
Bu Sri Mulyani Help! Rakyat Tercekik, PPN Jangan Naik Dulu

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diharapkan mempertimbangkan ulang rencana untuk memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% pada 1 April 2022 atau lebih tinggi dari yang saat ini diberlakukan, yaitu 10%.
"Menurut saya lebih baik ditunda," ungkap Ekonom CORE Pitter Abdullah kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/3/2022)
Sejak awal 2022, lonjakan harga barang terjadi di Indonesia, khususnya kelompok pangan. Mulai dari jagung, cabai, telur ayam, daging sapi, ayam, kedelai hingga minyak goreng yang merupakan bagian konsumsi pokok masyarakat. Tidak hanya itu, juga ada kenaikan cukai rokok, harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji sebagai imbas lonjakan harga minyak dunia.
"Menaikkan PPN di tengah pemulihan ekonomi sekarang ini tidak tepat. Apalagi saat ini inflasi dalam trend meningkat. Kenaikan PPN akan menambah tekanan inflasi," terangnya.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga yang dilakukan Bank Indonesia pada minggu II Maret 2022, perkembangan harga pada Minggu II Maret 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi 0,48% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Maret 2022 secara tahun kalender sebesar 1,04% (ytd), dan secara tahunan sebesar 2,48% (yoy).
Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja memperkirakan inflasi keseluruhan tahun 2022 akan mencapai 4%. Hal ini termasuk mempertimbangkan kenaikan tarif PPN dan cukai rokok yang memberikan andil 0,3-0,7% dan dampak dari perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Kantong Rakyat Makin Terkuras
Setiap kenaikan tarif pajak tentu akan memberikan dampak pada daya beli masyarakat. Bagaimana tidak, ini dikenakan terhadap hampir seluruh barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kaya hingga miskin sekalipun.
Belajar dari pengalaman di Jepang, kenaikan tarif PPN akan langsung menurunkan konsumsi. Pada 1997, pemerintah Negeri Matahari Terbit menaikkan tarif PPN dari 3% jadi 5%. Hasilnya, konsumsi rumah tangga terkontraksi 0,76% pada 1998.
Pada 2014, tarif PPN kembali dinaikkan dari 5% menjadi 8% dan pada Oktober 2015 naik lagi jadi 10%. Pada 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh -0,93%.
Mengutip laporan Japan Research Institute (JRI), kenaikan tarif PPN akan menaikkan harga barang dan jasa sebesar 0,9%. Ini akan membuat pengeluaran konsumen berkurang 0,6% dan berdampak 0,4% terhadap PDB.
Hal ini bukan tidak mungkin akan terjadi di Indonesia. Apalagi kini masih dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19. "Daya beli masyarakat turun, yang ujungnya pemulihan ekonomi tertahan," kata Piter.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penampakan Barang Ilegal Rp 49 M yang Disikat Sri Mulyani Cs