Siapkan Dompet Lebih Tebal! Harga Barang-barang Bakal Naik
Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga komoditas internasional mulai menimbulkan waspada di dalam negeri. Termasuk, industri makanan dan minuman olahan. Industri pun mulai mengancar-ancar kenaikan harga jual.
"Saat ini kami masih berusaha tahan dampak lonjakan harga-harga komoditas bahan baku. Tapi, lama-lama, mau nggak mau industri akan menaikkan harga juga," kata Wakil Ketua Bidang Kerjasama Luar Negeri Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Lena Prawira kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/3/2022).
Terkait waktu, ujarnya, industri akan menunggu sambil memantau perkembangan global.
"Kita lihat sekitar 2 bulan, semoga sanggup bertahan. Karena kami juga mempertimbangkan faktor lain, seperti daya beli masyarakat. Apalagi, mau Puasa-Lebaran, semua naik," kata Lena.
Menurut dia, lonjakan harga sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2021, sebelum perang Ukraina-Rusia yang menambah tekanan di pasar komoditas.
Lena mencontohkan, harga plastik yang sudah naik sejak akhir tahun 2021. Juga, gula dan minyak goreng.
"Untuk terigu, saat ini belum ada kenaikan harga (akibat perang). Karena importir masih memiliki stok yang cukup. Kemungkinan 2 pekan ke depan masih aman. Dan, belum ada sinyal kenaikan harga karena yang dijual masih stok lama," jelasnya.
Karena itu, imbuh dia, pasar saat ini tengah fokus memantau perkembangan konflik Rusia-Ukraina.
"Kalau perangnya cepat selesai, masih aman. Tapi, kalau lanjut pasti akan dampak ke kenaikan harga. Senentara, dalam komposisi harga jual itu, 40-45% adalah bahan baku. Lalu, energi untuk produksi 5-10%. Sementara, biaya transportasi untuk distribusi lokal itu sekitar 5%," lanjutnya.
Karena itu, imbuhnya, kenaikan harga BBM non-subsidi berdampak ke biaya produksi.
"BBM untuk transportasi lokal. Memang nggal sebesar porsi energi untuk operasional produksi. Karena itu, sejak sebelum peran, kami sudah mengajukan kepada pemerintah agar jangan dulu menaikkan tarif dasar listrik (TDL) dan gas industri," ungkap Lena.
Di sisi lain, Lena menambahkan, hingga saat ini pihaknya belum kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku.
"Kita masih bisa dapat terigu, gula, bahkan minyak goreng. Tapi, UMKM memang mengeluhkan kesulitan dapat minyak goreng. Sementara kedelai, karena biasanya digunakan produk premium, sampai saat ini nggak ada masalah. Dan, produk premium juga masih aman soal harga, beda untuk yang harga jual Rp500-1.000 pasti sulit," ujarnya.
Begitu juga ongkos kemasan, kata dia, industri masih dapat bertahan jika kenaikan harga 5-10%. Termasuk, produk premium.
"Tapi, yang non premium akan sulit," ujarnya
Di sisi lain, Lena menambahkan, jika pasokan gandum masih terus terkendala akibat perang, akan menimbulkan kendala bagi industri pengguna gandum seperti roti, biskuit, dan mi instan di dalam negeri.
"Kalau berlanjut terus, bisa-bisa ada lini produksi yang ditutup. Kecuali mengalihkan sumber pasokan, tapi sekarang juga pada rebutan," kata Lena.
Lena berharap, perubahan status dari pandemi Covid-19 ke endemi di Indonesia nantinya bisa memacu pemulihan ekonomi. Sebab, kata dia, daya beli selama 2 tahun akibat tekanan pandemi sudah mendapat beban berat.
"Dengan menjadi endemi kita berharap semakin banyak peluang bekerja, daya beli naik, " kata Lena.
(dce/dce)