Minyak Nanjak, Subsidi BBM Bengkak, Pertamax Cs Naik Harga?

Maesaroh, CNBC Indonesia
09 March 2022 12:49
Ilustrasi Pertamax Turbo
Foto: Ilustrasi Pertamax Turbo (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia-Ukraina melambungkan harga minyak mentah ke level US$ 130/barel, level tertinggi sejak 2008. Kenaikan harga minyak ini akan berdampak besar terhadap realisasi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Elpiji 3 kg pada tahun ini yang dialokasikan sebesar Rp 77,55 triliun.

Subsidi BBM dan Elpiji 3 kg sebesar Rp 77,55 triliun ditetapkan dengan menghitung harga minyak Indonesia/ICP sebesar US$63/barel dan nilai tukar rupiah Rp 14.350/US$.

Berdasarkan perhitungan pemerintah, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1/barel akan berdampak pada kenaikan subsidi Elpiji sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun. Artinya, bisa berdampak pada kenaikan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) sebesar Rp 4,17 triliun.

Dengan melihat data terkini dan hanya mempertimbangkan harga ICP, harga minyak mentah dunia sudah US$ 67/barel di atas asumsi sehingga beban bisa bertambah Rp 279 triliun.

Harga BBM Terlalu Murah?

Sejak 1 Januari 2015, pemerintah tidak lagi menanggung subsidi BBM jenis Premium. Penentuan harga Premium mengacu pada fluktuasi harga minyak dunia yang dievaluasi pada periode tertentu tetapi harga BBM tetap ditetapkan pemerintah.

Dengan harga yang masih ditetapkan maka Pertamina sebagai distributor BBM tidak bisa menetapkan harga sesuai harga pasar terkini. Kondisi tersebut bisa membebani Pertamina sebagai distributor BBM yang ditunjuk pemerintah.

Berdasarkan ketentuan terbaru per 1 Maret 2022, harga BBM Pertamina untuk wilayah Jabodetabek ditetapkan sebagai berikut:

Premium (RON 88): Rp 6450 per liter
Pertalite (RON 90): Rp 7.650 - Rp 8.000 per liter
Pertamax (RON 92): Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter
Pertamax Turbo (RON 98): Rp 14.500 - Rp 15.100 per liter
Solar/Biodiesel (subsidi): Rp 5.150 per liter
Dexlite: Rp 12.950 - Rp 13.550 per liter
Pertamina Dex: Rp 13.700 - Rp 14.300 per liter.

Sebagai perbandingan, harga BBM yang dijual Shell sudah di atas yang di tetapkan pemerintah yakni:
Shell Super (RON 92): Rp 12.990 per liter
Shell V-Power (RON 95): Rp 14.500 per liter
Shell V-Power Diesel: Rp 13.750 per liter
Shell V-Power Nitro+ (RON 98): Rp 14.990 per liter

Dengan harga yang masih ditetapkan pemerintah, harga BBM yang dijual Indonesia jauh lebih murah dibandingkan di negara-negara yang melepas harga sesuai mekanisme pasar. Warga Amerika Serikat (AS), misalnya, merasakan dampak yang sangat signifikan akibat lonjakan harga minyak mentah dunia.
Harga BBM reguler (RON 87, setara BBM Premium di Indonesia) mencapai US$ 4,173/galon, atau sekitar Rp 50.894,3/liter dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp 14.367/US$, naik dari harga yang bergerak di hari sebelumnya (US$ 4,065/galon).

Harga BBM untuk mid grade (RON 89-90, setara Pertalite) ada di level US$ 4,46/galon atau sekitar Rp 54.394,58/liter, naik dari harga yang bergerak kemarin di kisaran US$4,362/galon. Sementara itu, untuk harga BBM premium (RON 91-94, setara Pertamax dan Pertamax Plus) ada di level US$ 4,739/galon atau sekitar Rp 57.797,29/liter, naik dari harga sebelumnya yang berada di angka US$ 4,644/galon.

Pembengkakan subsidi BBM menjadi cerita berulang tiap tahun, terutama periode sebelum 2015. Kenaikan ICP, pelemahan rupiah, atau over kuota biasanya menjadi faktor pendorongnya.

Sebagai catatan, sebelum tahun 2015 harga BBM premium ditetapkan pemerintah sehingga pemerintah akan menanggung semua penggunaan BBM jenis tersebut meskipun kuotanya membengkak, harga ICP melonjak, atau nilai tukar rupiah melemah. Total realisasi subsidi BBM dan Elpiji 3 kg pada periode 2011-2021 mencapai Rp 1.248,22 triliun, lebih tinggi daripada alokasinya sebesar yang ditetapkan Rp 1.111,9 triliun.

Pada tahun 2011-2021,rata-rata realisasi ICP ada di kisaran US$73,18/barel sementara nilai tukar rupiah Rp 12,532/US$

Sepanjang 2011-2021 atau dalam 11 tahun terakhir, hanya tiga kali realisasi subsidi BBM tidak melebihi alokasi APBN yaitu pada 2014, 2015, dan 2019. Pada 2011-2013, pembengkakan subsidi BBM rata-rata mencapai 26% per tahun.

Pembengkakan terbesar terjadi pada 2012 di mana realisasinya mencapai Rp 211,9 triliun, sementara alokasinya hanya Rp 137,4 triliun. Saat itu, realisasi ICP menembus US$ 112,7/barel sementara nilai tukar rupiah di Rp 9.384/US$. Jauh dari yang ditetapkan dalam APBN-P 2012, di mana asumsi ICP adalah US$ 105/barel dan nilai tukar sebesar Rp 9.000/US$. Pada tahun tersebut harga minyak mentah melambung karena booming commodity hingga nyaris menyentuh US$ 130/barel.

Realisasi subsidi BBM yang jauh di bawah alokasi terjadi pada 2019 di mana harga minyak mentah jatuh. Pada tahun 2019, realisasi ICP ada di angka US$62/barel sementara nilai tukar ada di Rp 14.146/US$. Dalam APBN 2019, ICP ditetapkan US$ 70/barel sementara nilai tukar Rp 15.000/US$.

Dengan pergerakan ICP mendekati ke level 2012, maka perlu diwaspadai lonjakan subsidi BBM pada tahun ini yang bisa membebani APBN serta Pertamina. Jika keuangan pemerintah dan Pertamina tidak kuat lagi, maka bisa dipastikan harga BBM harus naik. Kalau tidak, maka kas negara dan Pertamina bakal jebol.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular