Harga Minyak Dunia Mendidih, Seberapa Kuat Subsidi RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan yang signifikan, sampai pada Senin pagi (7/3/2022), harga minyak mentah dunia jenis Brent hampir menyentuh level US$ 140 per barel atau US$ 139,13 per barel.
Hal ini tentunya berdampak kepada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri yang sejauh ini masih menggunakan skema subsidi, dan tentunya juga berimbas pada anggaran subsidi pemerintah.
Tak hanya harga minyak mentah dunia yang mendidih, harga gas juga demikian. Harga gas melalui harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai US$ 775 per metrik ton. Yang berimbas kepada naiknya harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi.
Kementerian Keuangan mencatat, besaran subsidi energi pada Januari 2022 mencapai Rp 10,2 triliun atau naik empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 2,3 triliun.
Lonjakan subsidi tersebut tak lepas dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang signifikan sejak tahun lalu. Sekaligus sebagai upaya pemerintah dalam melindungi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Kendati demikian, Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto menjelaskan berdasarkan hitungan dan kajian yang dilakukan oleh BRI (Bank Rakyat Indonesia) yang diterimanya, masih terdapat windfall pajak atau penerimaan negara dengan anggaran subsidi untuk masyarakat yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2022.
"Dengan tambahan windfall dari kenaikan harga batu bara dan migas. Kalau dari sisi APBN aman. Namun, dari PT Pertamina (Persero) dan seberapa besar subsidi energi, perlu dihitung kembali sejauh mana kita bisa bertahan," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).
Seperti diketahui, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel, akan berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun.
Artinya, bisa berdampak pada kenaikan beban APBN sebesar Rp 4,17 triliun setiap kenaikan harga minyak US$ 1 per barel.
Sebagaimana diketahui, subsidi BBM dan LPG 3 kg dalam APBN 2022 sebesar Rp 77,5 triliun. Subsidi tersebut dengan asumsi ICP sebesar US$ 63 per barel.
Dengan harga minyak Indonesia (ICP) kini telah berada di kisaran US$ 95,45 per barel, maka artinya ICP telah melampaui sebesar US$ 32,45 per barel. Bila harga minyak dunia ini terus meroket, maka tentunya beban negara akan semakin besar dan subsidi BBM dan LPG ini bisa menembus Rp 100 triliun.
Menurut Djoko, saat ini sudah waktunya bagi pemerintah duduk bersama DPR membahas apakah perlu atau tidaknya melakukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), agar tidak membebankan keuangan negara.
"Beberapa tahun terakhir kan pemerintah dan DPR gak ada APBN-P. Jadi ini momentum bagi pemerintah dan parlemen barangkali, perlu duduk lagi untuk membahas perlu APBN-P atau tidak," ujarnya.
Kendati demikian, Djoko berharap perang antar Rusia dan Ukraina ini akan berakhir, sehingga dengan anggaran subsidi energi yang sudah ditetapkan dalam APBN 2022 masih tahan banting untuk perekonomian domestik.
Nah, apabila perang Rusia dan Ukraina terus berkelanjutan, Djoko menyarankan agar pemerintah dan DPR untuk segera mengevaluasi kembali APBN 2022.
"Ini baru Maret kan. Jadi anggaran subsidi itu diketok untuk satu tahun dan saya yakin ini belum sepenuhnya terserap. Kalau misalnya perang berkelanjutan, kita perlu evaluasi lagi apakah anggaran subsidinya sudah melampaui atau belum," tuturnya.
"Karena ini masih di awal Maret, jadi budget subsidi masih banyak tersedia untuk mengantisipasi kondisi saat ini. April hingga Mei nanti kami harus lihat kembali," kata Djoko melanjutkan.
(pgr/pgr)