
2 Tahun Pandemi RI, Ini yang Paling Bikin Horor Pengusaha!

Jakarta, CNBC Indonesia - 2 tahun lalu, kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan tepat hari ini 2 Maret. Sejak saat itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, sektor usaha menghadapi berbagai masalah yang membuat situasi semakin runyam. Terutama, bagi sektor pariwisata yang didominasi pengusaha skala UMKM.
Menurut Hariyadi, persoalan utang ke bank masih jadi salah satu tantangan terbesar pelaku usaha hingga saat ini. Meski, kata dia, sudah ada fasilitas restrukturisasi utang dari pemerintah. Penundaan tenggat bayar dinilai belum memberikan solusi nyata bagi sektor usaha. Pasalnya, dengan tenggat waktu yang tersisa, dia meragukan pengusaha mampu menyelesaikan kewajiban utangnya.
"Dua tahun babak belur, pembayaran kan mundur semua. Yang kami khawatir POJK 11/2020 tentang restrukturisasi kredit perbankan kan hanya sampai 2023, kita nggak tahu nih apa mereka, sektor paling terdampak seperti pariwisata dan transportasi mampu menunaikan kewajibannya dalam setahun ke depan," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (2/3/22).
Pemerintah memang memperpanjang periode fasilitas relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023. Yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) yang dikeluarkan terdiri dari POJK Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Kemudian ada juga POJK Nomor 18/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
"Karena dua tahun ini nggak mudah juga lho. Misal dicabut POJK-nya, lalu berjalan dengan jadwal normal. Kan ini hanya dipindahin ke belakang, taruh bunga 11% tapi cashflow perusahaan hanya sanggup membayar 4%, nah ini gimana, dua tahun kan sebentar," ujarnya.
Belum kelar masalah utang, ujarnya, pengusaha pun harus menunggu 6 bulan sebelum izinn mendirikan pabrik terbit. Padahal, imbuhnya, investasi dibutuhkan untuk memacu geliat ekonomi. Kendala penerapan sistem baru Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) menambah tantangan bagi sektor usaha.
"Saya banyak laporan kasus, sekarang ngurus IMB aja bisa 6 bulan, kan sayang kalau hal birokratis ini nggak segera beres. Padahal kalau bisa segera dieksekusi, investasi masuk bisa jadi penggerak," kata Hariyadi.
Perbedaan lama waktu perutusan izin disebabkan adanya perubahan sistem, dari yang sebelumnya desentralisasi ke daerah-daerah, namun kini dipegang oleh pemerintah pusat. Sayang, hal ini justru makin memperlama proses perizinan.
"Karena ada perubahan sistem, yang sebelumnya kita bisa ikuti, sebelumnya kan masing-masing daerah, ada yang cepat ada yang lambat tergantung kapasitas birokrasi masing-masing. Kalau data semua lengkap paling selesai tiga bulan," ujar Hariyadi.
Seharusnya hal birokrasi seperti itu bisa segera tertangani dengan cepat, jika tidak bisa jadi potensi investasi tersebut justru hilang.
Hariyadi menekankan bahwa investasi menjadi aspek penting saat ini karena harapan lain seperti daya beli masyarakat sedang tidak ideal. Penyebab utamanya yakni banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan.
"Karena penyusutan tenaga kerja secara rata-rqta sampai 30%, untuk sektor terdampak pariwisata bisa lebih dalam lagi sampai 40%," ujarnya.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Diam-diam Ada 'Bisul', RI Bisa Dihajar 'Tsunami' PHK Lagi
