
RI Harus Waspada, Ini Dampak Besar Perang Rusia-Ukraina

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia dan Ukraina bakal berdampak besar terhadap perekonomian dunia, tidak terkecuali Indonesia. Salah satu komoditas yang bakal terkena dampak adalah minyak dunia.
Harga minyak mentah jenis Brent mencetak rekor baru sejak 2014, tembus ke level US$ 105 per barel pada Kamis (24/2/2022) menyusul serangan militer Rusia ke Ukraina. Naiknya harga minyak dunia ini, bagaimana ketahanan energi di dalam negeri?
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menjelaskan, defisitnya produksi minyak dan gas di dalam negeri, kenaikan harga minyak dunia ini akan memukul keuangan negara. Meskipun saat ini pemerintah tengah memacu investasi di sektor migas.
"Kita berharap agar kenaikan harga minyak tidak berlanjut tinggi, karena akan mempengaruhi ketahanan energi," jelas Satya kepada CNBC Indonesia, dikutip Minggu (27/2/2022).
Indonesia sejak 2004 sampai saat ini masih bergantung pada impor Bahan Bakar Mineral (BBM) dan minyak mentah untuk kebutuhan dalam negeri.
Dari konsumsi BBM nasional 1,4 juta barel per hari hingga 1,5 juta barel per hari, kemampuan produksi minyak Indonesia hanya mampu mencapai 700.000 barel per hari.
Menurut Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara, jika target tersebut dapat tercapai ditambah adanya transisi energi, Indonesia masih mengalami defisit minyak 500.000 barel yang harus diimpor.
"Katakanlah nanti 2030 dapat mencapai produksi 1 juta barel per hari dengan asumsi adanya transisi energi, ini konsumsi minyak growth tidak ada, kita masih ada defisit di atas 500.000 barel yang mau gak mau harus kita impor," ujarnya dalam Energy Outlook 2022 yang diselenggarakan CNBC Indonesia pada Kamis (24/2/2022).
Intensitas perang yang masih terus memanas antara Rusia dan Ukraina memicu harga minyak mentah berada di level yang lebih tinggi. Mengingat, Rusia memasok 10% minyak dunia, sehingga produksinya amat menentukan keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri hanya bertahan untuk 21 hari.
Pemerintah harus menjamin agar pasokan BBM dan minyak mentah tidak terganggu dalam beberapa bulan ke depan.
Kendati demikian, Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji meminta agar masyarakat tidak khawatir, karena PT Pertamina (Persero) saat ini, diklaim mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam mengimpor dari banyak negara untuk kebutuhan BBM.
"Sehingga dalam mengantisipasi kondisi yang seperti ini, bisa lebih baik dan adaptif terhadap kondisi ketegangan dunia," ujar Tutuka.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan Pertamina terus memonitor kondisi energi global yang berpengaruh pada bisnis perusahaan, agar dapat memastikan ketahanan energi nasional tetap terjamin, termasuk suplai BBM dan LPG.
Menurutnya, Pertamina konsisten mempertahankan kinerja operasional hulu sampai hilir untuk meningkatkan ketahanan energi dan menjaga stabilitas suplai untuk kebutuhan konsumsi nasional.
Saat ini Pertamina memiliki sumber pasokan minyak mentah, produk BBM dan LPG bervariasi, baik dari dalam negeri maupun dari banyak negara lainnya sehingga memiliki fleksibilitas suplai.
"Oleh sebab itu, Pertamina akan terus memantau perkembangan pasar migas dunia dan melakukan kajian, evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait dampak strategisnya, termasuk penetapan harga BBM Non Subsidi, agar tetap terjaga kondisi pasar yang seimbang serta memastikan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka menjamin suplai BBM kepada seluruh masyarakat sampai ke pelosok negeri," tandasnya.
Senada, kalangan dunia usaha juga mengkhawatirkan pasokan minyak bakal tersendat akibat perang Rusia-Ukraina. Dampak lainnya adalah kenaikan harga yang tak terkendali.
"Yang perlu diwaspadai harga pergerakan minyak dunia, karena akan berpengaruh terhadap harga minyak kita, paling nggak pemerintah perlu menyesuaikan atau memberikan subsidi, ini yang perlu diantisipasi pemerintah karena gimana pun minyak sumber energi yang dibutuhkan," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/2/22).
Besarnya produksi minyak membuat perang Rusia-Ukraina memiliki pengaruh besar terhadap perubahan harganya. Meski demikian, Sarman belum bisa memperkirakan berapa potensi kenaikannya ke depan. Itu bakal ditentukan oleh kondisi perang yang terjadi saat ini.
"Tergantung konstalasi yg berkembang, pengusaha berharap perang cepet selesai, karena kita masih musim pandemi, penyelesaian perang nggak kalah penting karena pengaruhi dampak global, pergerakan minyak dunia tergantung konstalasi yang terjadi. Kalau berkepanjangan ini bisa berdampak besar," jelasnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hubungan Rusia-Ukraina Memanas, Putin Diawasi Ketat