Ramai-ramai Negara "Hajar" Sanksi Rusia: Inggris-AS-Jepang
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia kini disanksi dari negara-negara Barat. Sanksi diberikan Inggris, Uni Eropa (EU), Jerman, Amerika Serikat (AS), Kanada hingga Jepang.
Ini terkait pengakuan Rusia pada kemerdekaan pemberontak di Ukraina timur. Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku Donetsk, sebagai Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Lugansk, sebagai Republik Rakyat Lugansk (LPR).
Rusia juga akan mengirimkan pasukan ke dua wilayah itu dengan alasan "menjaga perdamaian". Hal ini mendapat kecaman dari Barat karena melanggar kedaulatan Ukraina.
Barat menjamin sanksi akan membuat Rusia "sakit". Ekonomi negara adidaya Rusia yang dulu sangat kuat sekarang lebih kecil dari Italia berdasarkan data IMF, dengan PDB nominal sekitar US$1,7 triliun.
Inggris
Melansir AFP, Inggris telah menjatuhkan sanksi pada lima bank Rusia termasuk Rossiya dan Promsvyazbank, Selasa (22/2/2022). Kerajaan juga memberikan sanksi ke tiga orang terkaya negeri itu yakni Gennady Timchenko, Boris Rotenberg, dan Igor Rotenberg.
Jerman
Jerman mengumumkan membekukan pipa Nord Stream 2 sebagai tanggapan atas perilaku Moskow ke Kyiv. Proyek itu didominasi investasinya oleh BUMN Rusia Gazprom, dengan dana mencapai US$ 11 miliar.
Jalur pipa itu memang Sudan kontroversial sejak dibangun karena diyakini Barat menjadi "senjat" Rusia. Rencana awalnya pipa gas itu akan menyalurkan gas langsung dari Rusia ke Jerman, tanpa harus melewati sejumlah negara Eropa Timur.
Uni Eropa
Anggota UE pada menyetujui paket sanksi baru terhadap Rusia kemarin. Ini bertujuan untuk menimbulkan "kerusakan parah" di negara itu.
"Ke-27 anggota UE dengan suara bulat menyetujui langkah-langkah tersebut pada pertemuan informal di Paris di sela-sela forum internasional, kata Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell.
Sanksi itu akan menargetkan anggota parlemen Rusia, yang mendukung pengakuan wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina. Targetnya adalah pembekuan aset dan larangan visa termasuk 351 anggota Duma, majelis rendah parlemen Rusia.
Bank yang membiayai pembuat keputusan Rusia dan operasi lain di wilayah tersebut juga menjadi sasaran. UE menyebut tindakan Rusia telah mengancam integritas teritorial, kedaulatan, dan kemerdekaan Ukraina.
AS
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan bahwa Rusia telah memulai "invasi" ke Ukraina. Karenanya, AS memberikan sanksi besar-besaran terhadap bank utama Rusia, EVB dan bank militernya, PSB.
Hukuman itu akan melarang lembaga keuangan Amerika memproses transaksi untuk VEB dan PSB. Ini akan secara efektif "memotong" bank dari transaksi yang melibatkan dolar AS, yang selama ini menjadi mata uang cadangan global.
Bukan hanya itu, sanksi juga diberikan ke utang negara Rusia. AS melarang bank-bank Amerika untuk memperdagangkan saham atau meminjamkan ke dana.
"Itu berarti kami telah memutuskan pemerintah Rusia dari pembiayaan Barat," kata Biden dalam pidatonya di Gedung Putih.
"(Rusia) tidak bisa lagi mengumpulkan uang dari Barat dan tidak bisa memperdagangkan utang barunya di pasar kita atau pasar Eropa juga."
Sementara itu, tiga individu yang disanksi adalah orang-orang dilingkaran Putin, termasuk dua putra pejabat tinggi pemerintah. Mereka disebut berbagi keuntungan korupsi dengan Kremlin dan akan dibekukan asetnya di perbankan AS.
"Karenanya mereka juga harus merasakan rasa sakit," ujar Biden lagi
Kanada
Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau pada hari Selasa mengumumkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Negeri itu akan melarang warga terlibat dalam pembelian surat utang negara Rusia.
Sanksi tambahan juga diberikan ke bank-bank Rusia. Transaksi keuangan tidak akan diizinkan, termasuk dengan Donetsk dan Lugansk.
Jepang
Jepang menjatuhkan sanksi kepada Rusia dan individu-individu yang terkait dengan wilayah Ukraina timur yang dikendalikan oleh separatis pro-Kremlin. Di antaranya larangan mengeluarkan visa, membekukan aset dan melarang perdagangan.
Jepang juga akan melarang penerbitan dan perdagangan obligasi pemerintah Rusia di negerinya. "Kami terus memantau dengan keprihatinan serius," kata Perdana Menteri Fumio Kishida kepada AFP.
(sef/sef)