
Kasus Turun Tajam, RI Siap Susul Inggris Buat Goodbye Covid?

Jakarta, CNBC Indonesia - Tren konfirmasi kasus harian Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan dalam sepekan terakhir, menurut pemantauan terkini Kementerian Kesehatan.
Walaupun sempat mencapai kasus tertinggi di angka 64.718 pada Rabu 16 Februari, angka konfirmasi kasus harian tersebut terus menurun hingga kemarin Senin (22/2) yang dilaporkan sebanyak 34.418.
"Kita ketahui bahwa angka tersebut sudah berada di bawah puncak kasus varian delta di Juli-Agustus tahun lalu yang mencapai angka 56.757 kasus perhari," kata Siti saat Update Perkembangan Covid-19, dikutip Rabu (23/2/2022).
Di sisi lain jumlah pasien Covid 19 yg dirawat di rumah sakit terlihat cenderung landai. Secara nasional terdapat jumlah pasien yang dirawat sebanyak 36.488 orang.
Jika dilihat dari kapasitas tempat tidur isolasi maupun ICU Covid-19 kurang lebih 38 persen.
Angka pasien yang saat ini dirawat di rumah sakit saat ini masih sangat jauh di bawah jumlah pasien yang dirawat pada puncak gelombang Delta yang mencapai 93.256 pasien. .
Dalam satu minggu terakhir, Siti mengungkap, angka positivity rate secara nasional mulai melandai. Saat ini, positivity rate nasional berada di angka 17,7%
DKI Jakarta yang sempat ada di posisi kasus harian 11.404 pada periode 8-14 Februari kini sudah turun menjadi 8.792 pada periode 15-21 Februari.
"Positivity rate yang sempat di posisi 23, 8 persen pada periode 8-14 Februari kini sudah menurun menjadi 1,2% pada periode yang sama," tuturnya.
Begitu juga Bali yang sebelumnya mencapai kasus gelombang Delta di posisi 2.039 pada 8-14 Februari kini turun menjadi 1.991 pada periode 15-21 Februari.
Bersamaan itu juga positivity rate di Bali turun dari 22,3% pada periode 8 Februari-14 Februari dan saat ini turun ke angka 14,8 persen pada periode yang sama.
"Jadi kita bisa melihat posisi beberapa minggu ini terutama di Jawa-Bali yang penyumbang kasus 60-70% kasus konfirmasi nasional terlihat penurunan angka positivity rate nya." pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah Inggris telah memutuskan untuk mencabut segala bentuk pembatasan sosial. Keputusan tersebut diambil Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang mulai 'muak' setelah bergumul dengan Covid-19 dalam dua tahun terakhir.
Inggris mulai berdamai dengan virus corona. Negeri John Bull itu siap hidup berdampingan dengan Covid-19.
Berbicara di hadapan Parlemen awal pekan ini, PM dari Partai Konservatif itu memaparkan peta jalan (road map) untuk mengakhiri pembatasan sosial dan hidup dengan Covid-19. Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris Raya) boleh menerapkan kebijakan sendiri.
"Covid-19 tidak hilang begitu saja, pemerintah tetap akan memantau berbagai mutasi varian yang mungkin saja berbahaya. Hari ini bukan harinya mendekralarasikan kemenangan terhadap Covid-19, karena virusnya belum pergi," papar Johnson, seperti dikutip dari Reuters.
"Namun hari ini adalah hari di mana segala upaya kita dalam dua tahun terakhir telah memungkinkan untuk melindungi diri sendiri dan mencapai kebebasan. Ini adalah momen yang sangat membanggakan bagi bangsa kita."
Hidup dengan Covid-19, lanjut Johnson, adalah tonggak di mana pandemi tidak lagi menjadi urusan pemerintah. Ke depan, adalah tanggung jawab masyarakat untuk bisa terhindar dari penularan virus corona. Move from government restriction to personal responsibility.
Mulai 24 Februari 2022, kewajiban karantina setelah hasil positif Covid-19 akan berakhir walau pemerintah tetap menganjurkan isolasi mandiri. Kontak erat seseorang yang positif mengidap Covid-19 juga tidak lagi wajib dites dan tidak perlu karantina. Pelacakan (tracing) juga tidak akan lagi dilakukan. Kecuali di tempat-tempat yang berisiko.
Konsekuensi dari kebijakan ini adalah pekerja tidak lagi berhak mendapatkan subsidi dari pemerintah jika tidak bisa bekerja karena mengidap Covid-19, berlaku mulai 24 Maret 2022. Mulai 1 April 2022, pemerintah juga tidak lagi menyediakan tes gratis. Warga juga tidak perlu lagi untuk menunjukkan sertifikat vaksin jika akan bepergian.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nah Lo! PM Inggris Boris Johnson Didesak Mundur, Ada Apa?
