Analisis

Dunia Terancam 'Pincang' Jika Ukraina-Rusia Gagal Berdamai

Feri Sandria, CNBC Indonesia
19 February 2022 16:45
Europe Russia Natural Gas Explainer
Foto: AP/Dmitry Lovetsky

Ekonom dan analis sepakat potensi invasi Ukraina oleh negara tetangga Rusia akan dirasakan di sejumlah pasar. Di luar pasar saham dan pasar keuangan, krisis telah mendorong naik harga minyak dan gas, serta logam utama yang digunakan untuk segala hal mulai dari pembuatan mobil dan elektronik hingga peralatan dapur dan konstruksi.

Berikut beberapa dampak ekonomi yang dapat dirasakan apabila pertikaian di Ukraina tidak berakhir damai atau Rusia memperoleh sanksi ekonomi.

Minyak dan gas

Dalam jangka pendek, diakui secara luas bahwa perang Rusia-Ukraina, bahkan dalam skal yang sangat terbatas, akan memicu kenaikan harga minyak dan gas secara besar-besaran, terutama di Eropa.

Rusia memasok sekitar 30% minyak Eropa dan 35% gas alamnya, yang mana logistiknya dapat diputus jika terjadi konflik.

Analis energi penyedia jasa keuangan yang berbasis di Belanda, Rabobank, percaya bahwa hal itu dapat mendorong harga minyak naik dari level yang sudah meningkat sekitar US$ 90 per barel menjadi US$ 125, dengan harga gas juga ikut naik.

Makanan dan pupuk

Komoditas utama lainnya juga akan terdampak baik itu akibat perang atau sanksi ekonomi, dengan Rusia merupakan produsen gandum terbesar di dunia dan Ukraina di sekitar lima besar. Produksi besar jelai, jagung dan bunga matahari juga ikut terpengaruh.

Sementara negara-negara lain, termasuk Australia, mungkin dapat mengkompensasi sebagian dari hilangnya pasokan, mereka mungkin menghadapi hambatan lain yakni pupuk.

Rabobank memperkirakan 23% amonia, 17% kalium, 14% urea, dan 10% fosfat dikirim dari Rusia.

Pada saat China telah memesan banyak output urea dan fosfat untuk keperluan domestik, kehilangan produk Rusia akan menyebabkan kekurangan lebih lanjut dan kenaikan harga bahan pupuk utama.

Logam dan manufaktur

Rantai pasokan manufaktur juga tidak akan kebal dari konflik atau sanksi terhadap Rusia.

Pangsa ekspor nikel global Rusia diperkirakan sekitar 49%, paladium 42%, aluminium 26%, platinum 13%, baja 7%, dan tembaga 4%.

"Menghilangkan setengah dari ekspor nikel global untuk peralatan dapur, ponsel, peralatan medis, transportasi, bangunan, dan listrik; paladium untuk catalytic converter, elektroda, dan elektronik; dan seperempat aluminium untuk kendaraan, konstruksi, mesin, dan pengemasan akan menghasilkan tekanan besar pada harga," Rabobank memperingatkan.

Dalam beberapa hal, perdamaian yang tidak bersahabat dengan sanksi jangka panjang bisa menjadi prospek yang lebih mengancam pasokan dan biaya komoditas ini daripada gangguan dari perang singkat dan tajam. Tentu saja, perang dan sanksi juga bisa terjadi bersamaan.

Pasar keuangan

Rabobank memperkirakan bahwa baik perang atau sanksi berat dapat menyebabkan pelarian ke pasar keuangan yang aman, mendorong harga obligasi naik dan suku bunga lebih rendah.

Ini mungkin menjadi penyeimbang yang menarik untuk tren saat ini menuju kenaikan suku bunga di banyak negara maju.

Namun, gambarannya akan diperumit oleh inflasi yang lebih tinggi yang didorong oleh potensi kekurangan komoditas yang diuraikan di atas.

Seberapa banyak bank sentral bersedia untuk melihat melalui inflasi yang disebabkan oleh sumber asing di luar kendali mereka belum benar-benar diuji pada periode saat ini karena Fed bersiap untuk menaikkan suku bunga AS pada bulan Maret.

Di sisi mata uang, Rabobank mengharapkan bahwa dolar AS, yen Jepang, franc Swiss, dan emas akan menjadi tujuan utama jika terjadi konflik.

Rubel Rusia akan merosot jika terjadi perang atau sanksi, dan euro juga kemungkinan tidak akan disukai.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular