Bos INA Beberkan Ketimpangan Infrastruktur RI dan Negara Maju
Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini Indonesia memegang tongkat presidensi G20 sekaligus menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi. Chair B20 bidang Keuangan dan Infrastruktur sekaligus CEO Indonesia Investment Authority (INA) Ridha Wirakusumah mengingatkan, partisipan G20 jangan kaget dengan infrastruktur Indonesia.
Menurut Global Competitiveness Index, ujarnya, terlihat perbedaan sangat jauh antara negara maju dan negara berkembang anggota G20.
"Jika dilihat dari negara G20 negara dengan pendapatan tinggi dengan rata-rata GDP US$40 ribu, dan negara lower income anggota G20 dengan GDP US$7.000, infrastrukturnya sangat tidak berimbang," kata Rida dalam Webinar G20, yang disiarkan Kementerian Keuangan, Jumat (18/2/2022).
Ida mengatakan Indonesia merupakan negara berpendapatan menengah - rendah yang memegang tongkat presidensi G20 pertama kali, yang selanjutnya akan diikuti oleh India dan Brazil. Jadi ada perbedaan kondisi infrastruktur dari tuan rumah sebelumnya.
"Ada perbedaan infrastruktur. Kalau bicara infrastruktur transportasi, logistik, dan energi, risk management, health care, tapi kita harus pikirkan di India dan Indonesia beberapa area bahkan tidak ada jalan tol, dan kelistrikan," jelasnya.
Sementara negara lain sudah memulai perpindahan dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Selain itu Rida juga menyinggung sulitnya negara berkembang mendapatkan pinjaman untuk proyek infrastruktur. Menurut dia aliran uang lebih banyak pada negara maju.
"Terlalu sedikit project atau bankable project di emerging nation, sehingga uang itu nggak bisa masuk. Contohnya konsesi tol di Indonesia mencapai 40 - 50 tahun, tapi bank hanya bisa meminjamkan uang untuk 10 - 15 tahun jadi ada gap yang sangat besar," jelasnya.
Sehingga INA harus mencoba menjawab tantangan itu. Dimana negara berpendapatan rendah harus memastikan projek itu bankable atau memenuhi persyaratan dari bank.
"Projek di negara yang kurang berkembang terkadang tidak bankable. Padahal jika melihat utang negara maju dari debt to GDP mereka justru lebih tinggi. Seperti Yunani tapi Yunani lebih bisa meminjam uang lebih murah (bunga rendah) ketimbang India dan Indonesia," jelasnya.
(dce/dce)