Internasional

Awas Perang Jadi Beneran, Baku Tembak Pecah di Ukraina

sef, CNBC Indonesia
18 February 2022 06:30
Latihan Militer Rusia - Belarus
Foto: Suasana tempat latihan Gozhsky selama latihan militer yang diadakan oleh angkatan bersenjata Rusia dan Belarus di wilayah Grodno, Belarus, 12 Februari 2022. (Ramil Nasibulin/BelTA/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan masih terus melanda Ukraina. Kali ini baku tembak terjadi Kamis (17/2/2022) dini hari di Ukraina timur, antara pasukan pemerintah Kyiv dengan pemberontak pro Rusia.

Kedua belah pihak memang telah berperang bertahun-tahun. Gencatan senjata yang dibuat bahkan dilanggar berkali-kali.

Mengutip Reuters, baik pemerintah maupun pemberontak saling menuduh masing-masing telah menembak melintasi garis gencatan senjata. Pemberontak pro Rusia misalnya, menuduh pasukan pemerintah melepaskan tembakan ke wilayah mereka empat kali dalam 24 jam terakhir.

Sementara pemerintah mengatakan milisi menembak sebuah taman kanak-kanak di Stanytsia Luhanska di wilayah Luhansk, Ukraina. Rekaman video yang dirilis oleh polisi menunjukkan sebuah lubang menembus dinding bata di sebuah ruangan yang dipenuhi puing-puing dan mainan anak-anak.

"Beberapa provokasi direncanakan hari ini, kami memperkirakannya dan mengira bahwa perang telah dimulai," kata seorang penduduk desa Stanytsia Luhanska, Dmytro.

Presiden Volodymyr Zelenskiy mengatakan tindakan milisi pro-Rusia yang menembaki sebuah taman kanak-kanak sebuah "provokasi besar". Sementara Rusia melalui Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan sangat prihatin atas labpran ini dan menyebut Kyiv ingin merebut wilayah pemberontak dengan paksa.

Hal ini semakin menimbulkan kekhawatiran Barat akan potensi serangan Rusia ke Ukraina. Sebelumnya AS dan NATO menuding Rusia bersiap melakukan invasi dengan menempatkan 100.000 lebih pasukan di perbatasan Ukraina, meski Moskow membantah dan meluncurkan sejumlah foto dan video monarki pasukan.

Dalam laporan terbaru Estonia, salah satu negara NATO di Eropa Timur, badan Intelijen luar negerinya menyebut Rusia kemungkinan akan melancarkan serangan militer terbatas. Serangan itu akan mencakup pemboman senjata rudal dan pendudukan "medan utama" di Ukraina.

"Saat ini, penilaian kami adalah bahwa mereka akan menghindari kota-kota dengan populasi besar, karena dibutuhkan banyak pasukan untuk mengendalikan daerah-daerah itu," kata Direktur Jenderal Badan Intelijen Luar Negeri Estonia, Mikk Marran.

"Tetapi tidak ada pemahaman yang jelas tentang jalan apa yang mungkin dieksploitasi oleh pasukan Rusia."

Kemungkinannya, Rusia akan mengintensifkan pertempuran di wilayah yang hendak memisahkan diri dari Ukraina dan didukung Moskow. Ini dikaitkan dengan dukungan milisi anti pemerintah di Ukraina Timur.

Juru Bicara Gedung Putih AS juga mengatakan pada Kamis bahwa Rusia telah menambahkan 7.000 tentara untuk kehadirannya di perbatasan Ukraina selama 24 jam terakhir. Ini berbeda dengan pernyataan menarik pasukan.

"Kami melihat mereka terbang dalam lebih banyak pesawat tempur dan pendukung. Kami melihat mereka mempertajam kesiapan mereka di Laut Hitam," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di markas NATO di Brussels.

"Kami bahkan melihat mereka menimbun persediaan darah mereka."

Maxar Technologies, sebuah perusahaan swasta AS yang melacak tentara Rusia di perbatasan mengatakan gambar satelit menunjukkan bahwa sementara Rusia telah menarik kembali beberapa peralatan militer dari dekat Ukraina. "Perangkat keras lain telah tiba," tulis Reuters mengutip perusahaan itu.

Halaman 2>>>

Sebelumnya, dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia, Duta Besar Rusia Untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, blak-blakan soal isu negaranya hendak menyerang Ukraina. Ia mengatakan Rusia tidak pernah berniat menyerang tetangganya itu.

Ia menyebut isu ini muncul setelah dihembuskan Amerika Serikat (AS), NATO dan para aliansinya. Rusia menyebut ada pengalihan isu dari ekspansi NATO di Eropa Timur.

"Semua histeria yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah ditargetkan untuk mengalihkan isu dari keamanan negara kami terkait Federasi Rusia. Kami melihat ekspansi NATO yang telah berjalan selama 30 tahun lebih dan kini infrastruktur NATO makin dekat ke perbatasan kami," jelasnya.

"Pada situasi ini, Ukraina hanya dijadikan alat untuk mengobarkan informasi perang terhadap Rusia. Sementara negara kami tengah mengupayakan diplomasi, pihak Barat terus mengobarkan informasi perang dan menciptakan ketegangan di perbatasan Rusia-Ukraina."

Ia pun menyatakan pihaknya tidak ada niat untuk berperang melawan Ukraina. Ia mengakui ada ketegangan, tapi bukan Rusia yang menciptakannya.

"Sebenarnya tidak ada yang terjadi dan kami tidak berniat untuk menyatakan perang terhadap Ukraina. Tolong jangan salah paham kami justru menganggap Ukraina sebagai saudara kami," ujarnya.

"Memerangi Ukraina adalah gagasan yang tidak masuk akal bagi kami."

Ia mengatakan hal yang menjadi fokus Rusia sebenarnya adalah AS dan NATO. Di mana aliansi Barat dianggap tidak memenuhi janjinya tidak melakukan ekspansi, sebagaimana perjanjian yang sudah dibuat dengan Rusia sebelumnya saat Uni Soviet pecah.

Ia pun menuturkan bahwa NATO telah melakukan lima fase ekspansi. Dari tahun 1999 hingga 2020.

"Kami khawatir Ukraina akan menjadi bagian Nato. Karena jika itu terjadi infrastruktur NATO akan semakin dekat dengan perbatasan kami," katanya.

"Dari pandangan kami, jelas ini menjadi ancaman."

Rusia pun, kata Vorobieva, sudah mengajukan proposal kepada Barat soal jaminan keamanan yang harus ditanda-tangani AS dan dikonfirmasi NATO. Namun sayangnya respons yang ada tidak memuaskan.

"Tapi dalam keadaan apapun, kami siap untuk melanjutkan dialog dan konsultasi. Karena menurut kami aksi militer bukanlah hal bijak untuk menyelesaikan krisis," ujarnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular