Bos WHO Soal Pandemi Hancurkan Ekonomi: Tidak Perlu Terkejut
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menghadiri High Level Seminar on Strengthening Global Health Architecture dalam rangkaian Presidensi G20 Indonesia secara virtual, Kamis (17/2/2022). Dalam kesempatan itu, Tedros kembali mengingatkan kalau pandemi Covid-19 belum selesai.
Mengawali paparan, Tedros memuji tema acara yang dihadiri para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20, termasuk Menteri Keuangan RI Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo.
"Ini menunjukkan pemahaman Indonesia bahwa penguatan keamanan kesehatan global membutuhkan keterlibatan semua sektor, terutama keuangan," ujarnya.
Tedros mengatakan, pandemi Covid-19 telah berdampak besar terhadap perekonomian. Prospek ekonomi global tetap tidak pasti.
"Tapi kita tidak perlu terkejut. Sejarah baru-baru ini mengajarkan kita bahwa epidemi dan pandemi adalah fakta alam dan dapat menyebabkan guncangan sosial dan ekonomi yang hebat dalam jangka panjang yang menakutkan," kata Tedros.
Ia lantas mengutip penelitian yang menunjukkan pandemi Flu Spanyol menghadirkan guncangan ekonomi terbesar keempat abad ke-20 setelah dua kali Perang Dunia dan The Great Depression. Pada tahun 2003, SARS menimbulkan kerugian setidaknya US$ 59 juta, menurut Asian Development Bank.
Kemudian pada tahun 2009, pandemi H1N1 menghancurkan pariwisata dan industri daging babi di Meksiko. Pada tahun 2014 dan 2015, wabah Ebola di Afrika Barat menyebabkan harga komoditas anjlok, pengangguran yang lebih tinggi dan defisit fiskal. Imbasnya, IMF memotong proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Afrika Sub Sahara sebesar 10%.
"Tentu saja, tidak satu pun dari peristiwa ini yang menandingi skala pandemi Covid-19 yang memicu resesi global terdalam sejak Perang Dunia II," ujar Tedros.
Lebih lanjut, dia menekankan kembali kalau pandemi Covid-19 belum berakhir. Dampaknya untuk perekonomian masih akan terasa, terbukti dari penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi versi IMF.
Pun OECD yang memperkirakan sebagian besar ekonomi negara akan kembali ke jalurnya seperti sebelum pandemi pada tahun 2023 mendatang. Namun, lanjut Tedros, ada catatan, yaitu dengan utang yang lebih besar dan potensi pertumbuhan yang lemah.
"Pandemi empat kali memberi kita dilema, perlunya investasi mendesak dan signifikan untuk meningkatkan keamanan kesehatan global pada saat banyak negara merasakan kesulitan," ujarnya.
"Dengan latar belakang ini, ada kebutuhan yang jelas tentang bukti investasi dengan kemungkinan menyelamatkan nyawa, stabilitas ekonomi global dan pertumbuhan jangka panjang," lanjutnya.
Menurut Tedros, sudah banyak rekomendasi G20 terkait respons global terhadap pandemi. WHO pun menganalisis dan mendiskusikan dengan negara-negara anggota untuk memperkuat kesiapsiagaan WHO merespons keadaan darurat kesehatan.
"Bulan lalu, WHO menugaskan saya untuk mengembangkan serangkaian proposal untuk memperkuat arsitektur kesehatan itu untuk dipertimbangkan oleh semua negara anggota dan Majelis Kesehatan Dunia pada bulan Mei," ujarnya.
Yang terpenting, menurut Tedros, arsitektur untuk keamanan kesehatan global harus dibangun di atas dasar beberapa prinsip utama, yaitu adil dan tidak ada yang tertinggal.
"Itu harus inklusif dengan keterlibatan dan kepemilikan semua negara. Dan itu harus multi sektoral, melibatkan mitra dari industri dan lintas spektrum kesehatan," katanya.
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, menurut Tedros, rekomendasi dari berbagai panel terbagi menjadi tiga bidang. Tata kelola diperlukan untuk memastikan respons global yang koheren dan terkoordinasi. Sistem dan alat diperlukan untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons epidemi dan pandemi dengan cepat serta pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung sistem dan alat tersebut.
"Sudah ada kemajuan di masing-masing bidang ini. Salah satu catatan kunci panel independen adalah instrumen baru yang mengikat secara hukum untuk memberikan aturan main untuk kesiapsiagaan dan respons pencegahan pandemi," ujar Tedros.
(miq/sef)