
Setop Ekspor, Butuh 5 Smelter Lagi Untuk Serap Bauksit RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mengatakan butuh sebanyak lima fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit lagi untuk menyerap produksi bauksit di dalam negeri. Penyerapan melalui smelter menjadi kunci ketika pemerintah akan menyetop kegiatan ekspor bauksit dalam waktu dekat ini.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto menyampaikan bahwa kegiatan ekspor bauksit selama ini mencapai 30 juta ton. Dengan adanya dua smelter bauksit saat ini, dibutuhkan sebanyak lima smelter lagi untuk menyerap produksi bauksit di dalam negeri.
Ronald mencatat, saat ini smelter grade alumina (SGA) di Indonesia hanya mampu menyerap sekitar 15 juta ton bauksit per tahunnya. "Minimal butuh lima smelter (lagi)," ungkap Ronald kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/2/2022).
Sejatinya, kata Ronald, pelarangan ekspor bauksit tidak tepat lantaran saat ini Indonesia memiliki cadangan bauksit sebanyak 1,3 miliar metrik ton. ditambah, smelter yang masih minim untuk menyerap.
Seperti yang diketahui, sejauh ini baru ada dua smelter bauksit di Indonesia, yakni milik milik PT Well Harvest Winning Alumina dan PT Indonesia Chemical Alumina di Kalimantan Barat.
Ronald Sulistyanto mengatakan bahwa pihaknya mendukung hilirisasi yang digaungkan oleh pemerintah atau adanya nilai tambah ketika ekspor bauksit.
Hanya saja memang, untuk menuju ke hilirisasi tersebut tidak mudah. Di Indonesia pengembang smelter sendiri sulit membangun karena biayanya yang begitu jumbo.
Dari catatan Ronald, untuk membangun satu smelter bauksit di Indonesia bisa memakan investasi senilai US$ 1,3 miliar dengan kapasitas mencapai 2 juta ton ore.
"Kalau hilirisasi atau nilai tambah semua orang setuju tapi menuju ke sana tidak mudah. Pemerintah China kasih subsidi dan fasilitas pendukung kalau kita di sini suruh berjuang di hutan belantara yang kadang kadang susah ditebak arahnya," tandas Ronald.
Oleh karena itu, ia meminta supaya pemerintah memberikan insentif permodalan dalam mengembangkan smelter tersebut. Adapun kegiatan ekspor jangan dibatasi oleh jumlah kuota. Hal itu kata Ronald, untuk menghitung equity agar bisa dipandang oleh investor dan jaminan waktu agar investasi tersebut memiliki kejelasan.
Ronald menyatakan bahwa, di Indonesia sendiri banyak peraturan yang berubah-ubah. Sehingga jaminan berusaha khususnya untuk membangun smelter di tanah air ini menjadi lemah. Tak hanya itu, koordinasi pusat dan daerah tidak sinkron dan membingungkan serta sarana dan prasarana tidak memadai. "Ongkos membuat pembangkit untuk smelter mahal dan tidak kompetetif," tandas Ronald.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Meski Pabrik Minim, Larangan Ekspor Bauksit Tetap Juni!