Ada Fenomena Baru! Ramai Pabrik Tekstil Migrasi, Kenapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan, ada tren perpindahan pabrik garmen/ produk tekstil ke daerah-daerah baru. Pabrik tersebut, mencari lokasi dengan ketentuan upah lebih murah.
"Pabrik-pabrik garmen sekarang beralih ke daerah-daerah dengan UMK (upah minimum kota/kabupaten) lebih rendah. Nggak cuma tekstil, tapi garmen dan sepatu juga," Jemmy kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/2/2022).
Menurut Jemmy, pabrik-pabrik menyasar ke lokasi-lokasi di Cirebon. Ada juga Majalengka.
"Tadinya, industri ini kan dianggap sunset. Sejak pemerintah mulai fokus kebijakan subtitusi impor dan mencanangkan industri ini sunrise, banyak industri TPT (tekstil dan produk tekstil) bangkit. Dan ekspansi," kata Jemmy.
Hanya saja, lanjut dia, ekspansi dan migrasi industri cenderung sporadis. Tidak masuk atau bikin klaster.
Sebab, ujarnya, jika berdekatan dengan industri logam atau elektronik, sudah pasti TPT kalah.
"Misal, di Batang, angkatan kerja nggak banyak, katakan cuma 1 juta orang. Kalau di situ ada tekstil ada elektronik, sudah pasti karyawan pilih elektronik, lebih nyaman," kata Jemmy.
Karena itu, Jemmy mengusulkan, jika pemerintah ingin membentuk klaster, sebaiknya berdasarkan karakter industri yang tidak berbeda jauh.
"Misal, klasternya radius 200-300 kilometer. Atau, sejenis. Garmen dan sepatu, bolehlah berdekatan. Karena sama-sama padat karya. Tapi, jangan gabung elektronik, karena sudah lebih hi-tech," ujarnya.
Karena itu, imbuhnya, pengusaha TPT lebih memilih kawasan di luar klaster.
"Industri TPT nasional juga diuntungkan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) yang diberlakukan pemerintah. Memberikan animo positif," ujar Jemmy.
(dce/dce)