Dunia Krisis Diesel, Pasokan Solar RI Bakal Ikut Terganggu?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
11 February 2022 13:20
Petugas mengisi BBM mobil di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak (SPBU) milik PT Pertamina di Jakarta, Selasa (28/8). Saat ini sebanyak 60 terminal BBM Pertamina telah menyalurkan biodiesel 20% atau B20 untuk PSO (Public Service Obligation/subsidi). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Pengisian BBM Pertamina (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kini dunia tengah mengalami krisis pasokan diesel, setelah sebelumnya sempat dilanda krisis listrik hingga pasokan gas, terutama di Asia dan Eropa.

Persediaan di Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) Eropa dilaporkan turun pada pekan lalu sebesar 2,5%. Sementara itu, di Singapura, persediaan distilasi juga turun ke posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir yakni di angka 8,21 juta barel.

Kelangkaan ini disebut-sebut merupakan dampak dari pulihnya permintaan pasca pandemi Covid-19. Di sisi lain, negara-negara lokasi penyulingan seperti Amerika Serikat masih beroperasi dengan kapasitas di bawah masa-masa sebelum pandemi.

"Permintaan diesel tampaknya meningkat di (Eropa barat laut) tetapi kapasitas penyulingan yang lebih rendah dibandingkan dengan pra-Covid dan tingkat impor yang rendah membuat pasar di bawah tekanan berat," kata Lars van Wageningen dari Insights Global kepada Reuters, Kamis (10/2/2022).

Lantas, apakah krisis diesel ini akan turut berdampak pada Indonesia?

Bila ditelisik, impor diesel Indonesia sebenarnya semakin turun sejak beberapa tahun terakhir, terutama sejak program mandatori pencampuran biodiesel atau Fatty Acid Methyl Esters (FAME) yang berbasis sawit sebesar 30% (B30).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) RI, impor bahan bakar diesel RI sepanjang Januari-Desember 2021 tercatat sebesar 3,76 juta ton, turun 11% dibandingkan impor pada 2020 yang tercatat mencapai 4,21 juta ton.

Namun memang, dari sisi nilai impor ada kenaikan seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia sepanjang 2021. Dari sisi nilai, impor diesel RI selama 2021 tercatat sebesar US$ 2,1 miliar, naik dari US$ 1,6 miliar pada 2020.

Adapun impor bahan bakar diesel pada 2021 tersebut terdiri dari impor High Speed Diesel (HSD) sebesar 2,7 juta ton, turun 23% dibandingkan 2020 sebesar 3,5 juta ton. Lalu diesel lain 262,8 ribu ton, naik dari 108 ribu ton pada 2020, dan minyak bakar 778 ribu ton, naik dari 615 ribu ton pada 2020.

Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020, impor gas oil (diesel) RI terutama terlihat turun sejak 2018 lalu, berikut rinciannya:
2017: 6,88 juta kilo liter (kl)
2018: 6,49 juta kl
2019: 3,87 juta kl
2020: 3,18 juta kl.

Bahkan, pada 2020 Indonesia telah mengekspor gas oil (CN 48) sebesar 697 ribu kl.

Perlu diketahui, program mandatori B30 berlaku sejak 1 Januari 2020. Ini menandakan pencampuran bahan baku turunan sawit atau FAME pada diesel semakin tinggi dan penyerapan diesel dari energi fosil semakin berkurang.

Indonesia sendiri sudah memulai implementasi program biodiesel sejak 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. Secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010.

Lalu, pada periode 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%.

Selanjutnya, pada 1 Januari 2016, kadar biodiesel ditingkatkan lagi hingga 20% (B20). Program Mandatori B20 berjalan baik dengan pemberian insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk sektor subsidi (Public Service Obligation/PSO). Dan mulai 1 September 2018 pemberian insentif diperluas ke sektor non-PSO.

Hingga pada 1 Januari 2020 pemerintah meningkatkan lagi kadar biodiesel menjadi 30% (B30), dan kini sedang tahap pengujian untuk bisa ditingkatkan lagi menjadi 40% atau B40.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Usul Subsidi BBM Solar Rp 1.000/Liter di RAPBN 2026

Next Article Tok! ESDM Tetapkan Alokasi Biodiesel 10,15 Juta KL di 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular