Wajib Serap 100% Listrik PLTS Atap, Segini Kerugian PLN..
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan aturan yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Sejatinya, aturan ini dibentuk untuk menggenjot pengembangan pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT) dalam hal PLTS Atap sebagai dorongan untuk menyelesaikan bauran EBT 23% pada tahun 2025.
Tapi, pelanggan atau pengembang PLTS Atap itu, 100% listriknya akan diserap oleh PLN. Seperti yang diketahui, dalam kondisi over supply listrik, dengan aturan itu PLN wajib menyerap listrik dari pengembangan PLTS.
Berapa kerugian yang akan ditanggung PLN?
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebutkan, bahwa adanya potensi kerugian PLN sekitar Rp 350 miliar di tahun ini. Hal ini lantaran seiring target program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap di 2022 mencapai 450 megawatt peak (MWp).
Dengan adanya tambahan 450 MWp itu, PLN mau tidak mau akan menyerap 100% listrik tersebut. Akibat dari itu, Potensi kerugian ini sedang dibahas dilevel Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Dadan menyampaikan, potensi kerugian itu lantaran PLN memiliki mekanisme take or pay dalam perjanjian jual beli listrik dengan pengembang listrik swasta (Independent power producer/IPP).
Skema take or pay dalam artian PLN membeli produksi listrik IPP secara penuh meskipun daya yang dihasilkan pembangkit tersebut tidak digunakan.
"Tahun ini 450 MW. Sekarang kan PLN over suplai, padahal kontraknya take or pay. Makanya, kesempatanPLN menjual (listrik) yang sudah dibeli [dariIPP]jainya kan berkurang karenaPLTS masuk," kata Dadan dalam Webinar Wujudkan Transisi ESDM menuju Masa Depan Yang Rendah Emisi, Senin (7/2/2022).
Dadan menyebut PLTS Atap menghasilkan listrik sekitar 4-5 jam. Bila tahun ini mencapai target 450 MWp maka ada daya sekitar 100 MW yang dihasilkan. Dengan skema take or pay, lanjut Dadan, untuk daya 1 gigawatt (GW) PLN harus membayar Rp3,5 triliun.
"1 per 10 atau 100 MW. Nah berapa kira kira, kalau hitungan umum Rp 3,5 trilun saja, maka Rp 350 miliar lah angka umumnya, secara kasar saja," paparnya.
Dikatakannya potensi kerugian itu sudah dibahas dalam rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Menurutnya potensi kerugian itu bisa ditekan. Salah satu upaya yang dilakukan dengan meningkatkan konsumsi listrik. "Angka ini bisa juga tidak ada, kalau PLN bisa mendistribusikan listriknya dimana demand itu akan nambah," jelasnya.
(pgr/pgr)