RI Mau Ekspor Listrik ke Singapura, Pasokan Sudah Aman?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
07 February 2022 12:55
PLTU Tanjung Jati B yang merupakan salah satu pembangkit yang paling diandalkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem interkoneksi Jawa-Bali.

PLTU Tanjung Jati B memegang peran sentral dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali


Hingga triwulan III 2019, PLTU dengan kapasitas 4 x 710 MW ini memiliki kesiapan produksi listrik (Equivalent Availability Factor – EAF) hingga 93,6% selama setahun.

Sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2006 PLTU Tanjung Jati B menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali. 

PLTU Tanjung Jati B berkontribusi 12% atau  setara dengan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga

Keberadaan pembangkit ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi  kontinyuitas suplai listrik, namun juga turut membantu pemerintah dalam penghematan APBN.


Secara produksi listrik PLTU Tanjung Jati B mampu berkontribusi sebesar 12% atau setara denagan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga.  (CNBC Indonesia/Peti)
Foto: PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. (CNBC Indonesia/Peti)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kegiatan ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura direncanakan mulai dilakukan pada 2025. Kegiatan ekspor listrik dilakukan sesuai kebutuhan Singapura. 

Bagaimana dengan pasokan listrik di dalam negeri?

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menjelaskan, Kementerian ESDM implementasi ekspor listrik ini semua tergantung pada permintaan pemerintah Singapura.

Ida menerangkan, pada tahap pertama, apabila menggunakan HVAC (High Voltage Alternating Current) maka Indonesia bakal melakukan transfer listrik hingga 600 megawatt (MW) yang bisa diimplementasikan pada 2025.

Selanjutnya, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.

"Kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021," jelas Ida kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022).

"Singapura-nya yang mengeluarkan request proposal ini, tahap pertama dan target mereka sekitar 1,2 GW sampai 2027. Tapi dari Indonesia tergantung dari kajian yang dilakukan badan usaha, PT PLN (Persero) dan lainnya," kata Ida melanjutkan.

Ida mengungkapkan, dalam melakukan ekspor listrik, dipastikan tidak akan mengganggu kelistrikan di Indonesia, pasalnya ekspor listrik yang dilakukan ke Singapura akan bersumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Disamping itu, regulasi mengenai pasokan listrik juga sudah tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 tahun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan.

Di mana, kata Ida di dalam dua aturan tersebut, pemberian perizinan usaha tenaga listrik lintas negara harus mempunyai kriteria dan syarat yang harus dipenuhi.

"Diantaranya kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya telah terpenuhi. Juga, harga jual tenaga listrik tidak mengandung subsidi. Tentunya tidak mengganggu mutu dan keandalan penyedia tenaga listrik di wilayah usahanya," jelas Ida.

Adapun, pembangunan PLTS yang akan diekspor ke Singapura, kata Ida sebagian besar akan dibangun di Batam bagian Barat, sedangkan landing station sisi Indonesia berada di sebelah Timur Pulau Batam. Sehingga, diperlukan investasi tambahan untuk membangun transmisi listriknya.

Nah, saat ini, kata Ida, PLN tengah mengajukan alternatif di sebelah Barat Pulau Batam, tepatnya di Pulau Lumba Besar, sehingga mempermudah transmisi tenaga listriknya ke Singapura.

"Terkait hal ini , usulan landing station di Lumba Besar ini belum tertuang di dalam KKP 14/2021. Sehingga perlu koordinasi lebih lanjut dengan KKP dan Kemenko Marves apabila ada perubahan landing station terkait kegiatan ekspor listrik ke Singapura ini bila nanti akan dilakukan," jelas Ida.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Indonesia Arifin Tasrif dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng telah melakukan perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) pada 21 Januari 2022.

Dalam MoU tersebut, kata Ida tidak otomatis Indonesia akan transaksi jual-beli listrik kepada Singapura, tapi banyak working group atau kelompok kerja yang dibangun untuk pembahasan lainnya.

"Selain working group ekspor (listrik) juga ada kelitbangan dan training EBT (energi baru terbarukan)," ujarnya.

Ida menerangkan, pada tahap pertama, apabila menggunakan HVAC (High Voltage Alternating Current) maka Indonesia bakal melakukan transfer listrik hingga 600 mega watt (MW) yang bisa diimplementasikan pada 2025.

Selanjutnya, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.

"Kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021," jelas Ida.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Ini Alasan Kenapa RI Mau Ekspor Listrik Ke Singapura

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular