Ambil Alih FIR RI dari Singapura Alot, Butuh 40 Pertemuan
Jakarta, CNBC Indonesia - Baru-baru ini Indonesia berhasil mengambil alih navigasi penerbangan ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna dari Singapura. Ditandai dengan penandatanganan perjanjian penyesuaian Flight Information Region (FIR).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan untuk mencapai kesepakatan antara kedua negara ini membutuhkan proses yang panjang. Setidaknya dilakukan hingga 40 kali pertemuan tingkat internasional, regional, hingga bilateral.
"Pertemuannya berkali-kali, lebih dari 40 kali kami melakukan negosiasi yang tidak mudah, alot, dan akhirnya menunjukkan hasil. Ini upaya tidak ringan," kata Budi dalam diskusi bertajuk 'Menakar Perjanjian FlR Indonesia-Singapura, Bermanfaat kah Bagi Indonesia?' secara virtual, Minggu (6/2/2022).
Dia menjelaskan, sebenarnya upaya untuk mendapatkan kembali wilayah seluas 249.575 kilometer persegi ini telah dilakukan sejak 1995, namun tidak menunjukkan hasil. Hingga akhirnya di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang mendorong kembali upaya ini dilakukan sejak pertama kali dirinya menjabat.
Keberhasilan FIR ini bisa diambil alih sama dengan mengakhiri status quo yang selama ini berlaku atas Kepulauan Riau dan Natuna dari Singapura. Mengingat selama ini untuk terbang ke dua wilayah tersebut Indonesia harus melapor kepada otoritas penerbangan Singapura.
"Pasca-FIR ini pasti ada pro dan kontra, apalagi FIR ini adalah tidak familiar di masyarakat, cuma komplain aja kok ke Natuna ga bisa, ke Batam ga bisa. Juga rekan TNI tidak mudah, tapi sekarang itu bisa selesai," terang dia.
Budi menjelaskan bahwa FIR ini tidak hanya bisa dilihat sebagai keberhasilan Indonesia, namun juga ada aspek internasional yang menjadi pertimbangan.
Pasalnya, saat ini masih banyak negara yang tak memiliki kewenangan atas wilayah terbangnya sendiri. Sebagai contoh, Brunei Darussalam ikut dalam FIR Malaysia, lalu Chrismast Island di Samudera Hindia ikut dalam FIR Jakarta, begitu juga dengan Timor Leste dan beberapa negara lainnya.
"Kalau dilihat bahwa FIR ini harus dipahami bahwa aspek kita sebagai Indonesia dan sekaligus internasional, tidak dapat dipisahkan. Pengamatan komprehensif jadi kunci, khususnya hal teknis, mengenai keselamatan, kepatuhan terhadap standar penerbangan internasional termasuk best practise internasional," terangnya.
Untuk diketahui, enandatanganan perjanjian tersebut dilakukan oleh Menteri Perhubungan Indonesia Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S. Israwan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).
Dengan penyesuaian perjanjian ini, maka layanan navigasi penerbangan di Kepulauan Riau dan Natuna akan menjadi tanggung jawab otoritas navigasi penerbangan Indonesia.
Sebelumnya, kendali ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna berada di bawah otoritas Singapura sejak 1946. Kini di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kendali tersebut kembali ke pangkuan Indonesia setelah 76 tahun.
Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia.
Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut.
Pendelegasian PJP secara terbatas pada area tertentu FIR Jakarta kepada Singapura tentu tidak mengecualikan kewenangan Indonesia untuk melaksanakan aktivitas sipil dan militer sesuai kedaulatan dan hak berdaulat di ruang udara Indonesia.
Sebelumnya, kuasa Singapura atas langit Indonesia itu ditetapkan dalam pertemuan ICAO di Dublin, Irlandia Maret 1946.
Dari perjanjian itu Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia mencakup kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Natuna, Sarawak, dan Semenanjung Malaya.
Sehingga pesawat Indonesia harus meminta izin otoritas penerbangan Singapura jika hendak terbang dari Tanjungpinang ke Pekanbaru. Begitu juga ke pulau Natuna, Batam, dan penerbangan di kawasan selat Malaka.
(mon/mon)