
Gara-gara Indonesia, Harga Sembako Dunia Meroket!

Di dunia, fenomena serupa terjadi. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengumumkan indeks harga pangan periode Januari 2022 adalah 135,7. Naik 1,5 poin (1,1%) dibandingkan bulan sebelumnya dan menyentuh rekor tertinggi sejak Februari 2011.
.
"Kenaikan indeks pada Januari disumbangkan oleh kelompok minyak nabati dan produk susu (dairy). Sementara kelompok daging dan biji-bijian (grain) relatif stabil dan kelompok gula dan turunannya mengalami penurunan harga," sebut laporan FAO.
Di antara kelompok yang mengalami kenaikan harga, minyak nabati menjadi yang paling tinggi. Pada Januari 2022, indeks harga kelompok minyak nabati berada di 185,9. Melonjak 7,4 poin (4,2%) dari Desember 2021 dan menyentuh all-time high.
"Harga minyak sawit, kedelai, rapeseed, dan biji bunga matahari naik. Setelah turun pada Desember 2021, harga minyak sawit kembali naik karena kekhawatiran kurangnya pasokan dari Indonesia, produsen dan ekspotir minyak sawit terbesar dunia," sebut laporan FAO.
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengurangi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) demi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Saat pasokan CPO domestik memadai, diharapkan harga produk turunan CPO seperti minyak goreng bisa turun.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mengungkapkan bahwa kebutuhan CPO dalam negeri adalah 5,7 juta kiloliter. Dengan aturan kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik (Domestik Market Obligation/DMO), produsen wajib menyediakan setidaknya 20%.
Masalahnya, Indonesia adalah pemasok utama CPO di pasar dunia. Statista mencatat ekspor CPO Indonesia pada 2020/2021 mencapai 28,85 juta ton.
Tanpa pasokan dari Indonesia, pasar CPO dunia akan 'kekeringan'. So, wajar harga naik tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)