CNBC Insight

Penyebab Datangnya Kiamat Dunia Bisa Lebih Cepat: Manusia!

Petrik M, CNBC Indonesia
03 February 2022 15:38
Aktivitas warga memancing di pinggir Waduk Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (5/9). Pembangunan waduk Rorotan yang berbatasan dengan wilayah Cakung, Jakarta Timur, hingga saat ini belum menunjukkan hasil memuaskan. Pasalnya memasuki tahun keempat, pembangunan penampungan air raksasa ini belum juga rampung. Waduk seluas 25 hektar itu, tampak terlihat jelas di bagian tepi waduk. Dimana tempat penampungan air yang berlokasi dekat mall Aeon dan berbatasan dengan wilayah Jakarta Utara, hanya dipenuhi pohon kering, tanah tandus dan tumpukan batu. Warga sekitar mengatakan, hampir satu tahun ini nasib Waduk Rorotan tak jelas nasibmya. Karena sampai sekarang penampungan air raksasa itu tak bisa sepenuhnya dinikmati warga.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Waduk Rorotan, Jakarta Utara (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi kebanyakan rakyat Indonesia, perubahan iklim masih belum menjadi isu serius. Meski dampaknya cukup terasa di wilayah Indonesia. 

Pengerukan dan pemanfaatan sumber daya alam juga ikut menyumbangkan kerusakan secara perlahan. Bumi yang makin rusak itu membuat bumi perlahan menjadi neraka atau bahkan kiamat bagi manusia.

Bumi mengalami kenaikan suhu, kehilangan banyak pohon, lapisan ozon yang menipis dan lainnya. Itu semua menunjukkan bahwa bumi makin rusak. Di mana manusia menjadi pelaku utama pengerusakan itu.

Bumi Makin Panas bukan lagi judul film Suzanna atau lagu dangdut Elvy Sukaesih, tapi itulah bumi saat ini. Suhu bumi faktanya terus meningkat. Tidak sedikit orang yang merasa bahwa di daerah yang dulunya dianggap dingin, saat ini perlahan panas.

 

Panas di bumi diperkirakan terus meningkat. Pembangunan banyak infrastruktur telah meningkatkan suhu bumi.

David Wallace-Wells dalam Bumi Yang Tak Dapat Dihuni (2019:49) menyebut bahwa beton dan aspal di kota-kota menyerap banyak sekali panas di siang hari sehingga ketika panasnya dilepas lagi waktu malam, suhu lokal bisa naik sampai 5 derajat Celcius.

Tak hanya infrastruktur, David Wallace-Wells menyebut bahwa produksi pangan untuk manusia telah "menghasilkan sepertiga dari seluruh emisi karbon" di bumi. Greenpeace merasa sebaiknya dunia perlu mengurangi konsumsi daging.

Revolusi Industri, yang dimulai dua abad silam, ikut mempengaruhi kenaikan suhu mulai terjadi di Eropa dan Amerika. Industri terus berjalan dengan ikuti naiknya suhu bumi.

Leon Hermanson, peneliti senior dari Met Office,seperti dikutip BBC News, menyebut bahwa proyeksi perbandingan temperatur periode 1890-1900 menunjukkan peningkatan yang jelas. 

"Artinya kita mendekati kenaikan suhu 1,5 derajat celcius, kita belum sampai, tapi sudah dekat," kata Leon Hermanson. Menurut David Wallace-Wells, kini sebagian besar daerah mencapai suhu bola basah maksimum 26-27 derajat celcius dan jika angka itu melebihi 35 derajat celcius, manusia akan mati kepanasan.

 

Hutan tropis adalah paru-paru dunia. Hutan semacam ini ada di Indonesia, meski makin mengkhawatirkan. Hutan sejak lama menjadi sumber penghidupan bagi manusia.

Di masa lalu eksploitasi tak semasif saat ini. Lagi-lagi industrialiasi biang kerok dari semakin hilangnya hutan.

Di benua Asia dan Amerika, penggundulan hutan banyak terjadi. Di Indonesia, Industrialisasi terjadi sejak zaman kolonial dan berlanjut di era yang disebut Pembangunan Nasional.

Pulau Jawa kehilangan hutan dari abad ke abad. Di abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Di masa itu, banyak lahan dibuka untuk pemukiman yang menjadi kota lalu makin bertambah dibuka untuk komoditas perkebunan baik di era tanam paksa maupun sesudahnya.

Akhir tahun 1980-an, setelah Jawa melewati masa penjajahan kolonialis Belanda dan masa pembangunan nasional, hutan di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare atau hanya 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Semua tahu Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia saat ini. Sejak tahun 1995, Jawa telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya. 

Hutan Kalimantan luasnya dulu mencapai 74 juta hektar, belakangan hanya tersisa 38 Juta Hektar. Berkurangnya luas hutan itu, kebanyakan adalah jasa industri kayu lapis era orde baru yang disusul dengan penanaman kelapa sawit. Di masa depan diperkirakan akan semakin berkurang lagi, apalagi setelah ibukota Indonesia sudah di Kalimantan Timur.

 

Hutan Kalimantan belum banyak diolah para era Hindia Belanda. Peta penggundulan hutan yang dirilis math.ucr.edu menggambarkan bahwa di tahun 1950 daerah hasil penggundulan hanya sedikit di sisi utara Kalimantan Barat dan Kalimantan bagian selatan. Hasil penggundulan di barat dan selatan Kalimantan terlihat meningkat pada 1985.

Pada tahun 2000, tak hanya Kalimantan bagian barat dan selatan saja yang makin gundul tapi juga bagian timur. Setelah 2005 dan 2010 penggundulan makin masif di Kalimantan Timur. Tahun 2020, Kalimantan bagian selatan nyaris gundul. 

Sebelum tahun 2000 industri kayu lapis berperan penting dalam penggundulan itu. Setelah tahun 2000 pertambangan batubara banyak dibuka di Kalimantan, dan industri kelapa sawit semakin memakan lahan Kalimantan.

Di zaman kayu lapis berjaya di Kalimantan, hutan dengan tanaman besar ditebangi dan biasanya tak pernah ditanami lagi. Sementara di zaman kelapa sawit, bisanya hutan dibakar untuk membuka lahan. Di era Orde Baru, petani tradisional perambah hutan kerap jadi kambing hitam atas hilangnya hutan.

Berkurangnya hutan, membuat banjir kerap terjadi di beberapa daerah di Kalimantan. Suhu udara di beberapa daerah di Kalimantan tentu saja terus memanas.

Fenomena menipisnya lapisan ozon sudah lama dingiangkan oleh para ahli. Buku Sedunia Perbedaan (1993:96) yang disusun JP Pronk menyebut bahwa berdasarkan perhitungan para ahli, antara tahun 1969 dan 1978, lapisan ozon menipis dengan rata-rata tiga persen tiap tahunnya. 

Menipisnya ozon dan lubang ozon di bumi disebabkan oleh bahan-bahan kimia industri, terutama zat pendingin, pelarut, propelan. Lapisan ozon di atmosfer sendiri berfungsi untuk melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet yang berasal dari Matahari.

Semakin tipis lapisan ozon semakin umat manusia berada dalam bahaya. Radiasi ultraviolet berisiko menyebabkan kanker pada tubuh manusia. Penipisan terparah berada di sekitar kutub utara. Seiring makin luasnya industri di bumi, penipisan lapisan ozon akan terus meningkat.

Penipisan ozon mempengaruhi suhu yang masuk ke bumi. Daerah kutub yang ikut memanas membuat gunung es mencair. Air dari es yang mencair mempengaruhi kenaikan air laut. Sebagian daratan di bumi akan berkurang. Di beberapa tempat salju akan mencair dengan cepat bahkan menghilang.

Panasnya bumi ibarat kiamat yang tiba pelan-pelan bagi manusia di bumi. Manusia sendiri, lewat industri yang tidak terukur, telah membuat "kiamat" di bumi semakin cepat.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 


(pmt/pmt)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Riset: Bumi Ada di Masa Kepunahan Massal, Ini Buktinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular