
Kejar 1 Juta Barel, Sumur Migas 'Idle' Dipompa Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Tugas Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan reaktivasi sebanyak 1.000 sumur tak beroperasi atau idle well.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengayakan, pihaknya terus berupaya mengejar target 1 juta barel minyak dan 12 BCFD gas di tahun 2030. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memompa kembali sumur migas yang sudah tidak beroperasi atau idle well.
Dwi menyebutkan bahwa saat ini tercatat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan migas berkomitmen untuk melakukan reaktivasi sebanyak 725 sumur. Namun, SKK Migas melihat hal itu kurang untuk mengejar target 1 juta barel per hari di tahun 2030.
"Ada komitmen 725 sumur untuk 2022 kami melihat kurang, kita bisa di atas 1.000 sumur untuk reaktivasi ini untuk bisa mengisi gap yang sudah kami laporkan," terang Dwi Soetjipto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (2/2/2022).
Yang sedang berjalan saat ini, kata Dwi, SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) sedang melangsungkan diskusi untuk bagi hasil migas yang fair ketika sumur tersebut harus direaktivasi. "Jujur ada beberapa operasi KSO untuk undevelop dan tidak jalan karena terbentur regulasi untuk penggantian biaya maupun bagi hasil yang kurang fair," ungkap Dwi.
Nah dari hal itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kata Dwi, menargetkan bisa menyelesaikan regulasi tersebut dalam waktu dekat. Sehingga, reaktivasi sumur tersebut bisa mengundang minat para investor.
"Kalo sumur-sumur tua itu diregulasi sudah ada kerjasama dengan koperasi atau BUMD," tandas Dwi.
Dwi menyampaikan bahwa memang untuk mengejar target produksi minyak 1 juta bph masih akan mengandalkan sumur-sumur atau kilang minyak yang ada.
"Oleh karena itu, tantangannya mengunlock dan meningkatkan recovery dengan cara keekonomian jadi tantangan untuk bisa ekonomis ke depan," ujar Dwi.
Selain itu, tantangan yang juga harus diperhatikan dalam investasi hulu migas, kata Dwi adalah bagaimana kebijakan yang diterapkan di Indonesia bisa menarik investor.
Pasalnya, Indonesia saat ini bersaing dengan negara-negara lain dengan portofolio sumber daya alam yang besar dimiliki. Sehingga, insentif dan regulasi, termasuk iklim usaha juga akan menjadi tantangan ke depan.
"Iklim usaha ini mau dieksplorasi dengan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) ini atau itu, tentu saja bukan hanya masalah besaran, kondisinya sudah tidak nyaman," jelas Dwi.
Berbagai PNBP yang dimaksud Dwi adalah pungutan-pungutan yang ditetapkan pemerintah kepada investor. Dalam hal ini, Dwi mengibaratkan seperti turis yang hendak menginap di hotel, namun saat masuk sudah dimintai bayaran.
"Seperti masuk ke hotel, masuk pintu harus bayar ini itu. Jadi mungkin cari hotel yang lain, itu yang masih kita hadapi," ujarnya.
Saat ini masalah pungutan di sektor hulu migas, kata Dwi masih dalam pembahasan oleh kementerian teknis.
"Di Kementerian ESDM masih koordinasi dengan berbagai pihak, demikian juga perpajakan," tuturnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kontraktor Migas Ramai-Ramai Optimalisasi Biaya, Ada Apa?