Bos SKK Migas: Target 1 Juta Barel Masih Dibayangi Pungutan
Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan dalam mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph), berbagai kendala masih akan ditemukan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, untuk mencapai target produksi minyak 1 juta bph masih akan mengandalkan sumur-sumur atau kilang minyak yang ada.
"Oleh karena itu, tantangannya mengunlock dan meningkatkan recovery dengan cara keekonomian jadi tantangan untuk bisa ekonomis ke depan," ujar Dwi saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/2/2022).
Selain itu, tantangan yang juga harus diperhatikan dalam investasi hulu migas, kata Dwi adalah bagaimana kebijakan yang diterapkan di Indonesia bisa menarik investor.
Pasalnya, Indonesia saat ini bersaing dengan negara-negara lain dengan portofolio sumber daya alam yang besar dimiliki. Sehingga, insentif dan regulasi, termasuk iklim usaha juga akan menjadi tantangan ke depan.
"Iklim usaha ini mau dieksplorasi dengan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) ini atau itu, tentu saja bukan hanya masalah besaran, kondisinya sudah tidak nyaman," jelas Dwi.
Berbagai PNBP yang dimaksud Dwi adalah pungutan-pungutan yang ditetapkan pemerintah kepada investor. Dalam hal ini, Dwi mengibaratkan seperti turis yang hendak menginap di hotel, namun saat masuk sudah dimintai bayaran.
"Seperti masuk ke hotel, masuk pintu harus bayar ini itu. Jadi mungkin cari hotel yang lain, itu yang masih kita hadapi," ujarnya.
Saat ini masalah pungutan di sektor hulu migas, kata Dwi masih dalam pembahasan oleh kementerian teknis.
"Di Kementerian ESDM masih koordinasi dengan berbagai pihak, demikian juga perpajakan," tuturnya.
Untuk diketahui, pemerintah memiliki target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030 mendatang.
Bila target ini terwujud, maka ini bisa menekan impor minyak RI sebesar 1,1 juta bph menjadi hanya sekitar 324 ribu bph. Alhasil, RI bisa menghemat devisa sebesar US$ 14,1 miliar atau sekitar Rp 201,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$) per tahun hingga 2040.
Saat ini, kata Dwi SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah mengidentifikasi profil produksi yang direncanakan dari masing-masing KKKS.
(pgr/pgr)