
Harga Minyak Mendidih, Pertamina Harus Bagaimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia menguat sepanjang pekan lalu terdorong ketegangan Rusia dengan Ukraina. Minyak mentah jenis brent dan jenis light sweet masing-masing menguat 2,43% dan 1,97% sepanjang pekan. Artinya harga minyak dunia menyentuh level US$ 90 per barel.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Huda mengatakan kondisi tersebut berimbas pada negara, dalam hal ini PT Pertamina (Persero).
"Kalau saya melihat tidak hanya Pertamina, dalam hal ini negara, karena kita mengimpor BBM dalam bentuk jadi, seperti Premium, Pertalite, Pertamax, dan lain sebagainya, kalau di-combine sekitar 56%. Maka itu Kementerian Keuangan yang membeli melalui Pertamina," ungkap dia.
Mengacu catatan DEN, Indonesia saat ini masih ketergantungan impor sebanyak 27% untuk produk Bahan Bakar Minyak (BBM). Kemudian, bensin 56% dan Liquifed Petroleum Gas (LPG) sebanyak 85%.
Jika harga minyak terus mengalami kenaikan, dengan ketergantungan akan impor minyak itu, maka akan memicu inflasi di Indonesia di tengah masyarakat. Belum lagi perekonomian nasional baru mengalami pemulihan dari kondisi pandemi Covid-19.
Adapun kata dia, hal ini berdampak pada defisit anggaran. Namun, ketika pertumbuhan ekspor Indonesia besar dan sudah tidak defisit, akan berdampak terhadap pendapatan negara.
Ia merinci, jika produksi minyak sekitar rata-rata 650.000 barel minyak per hari, sedangkan kebutuhan impor sekitar 800.000 barel minyak, maka akan berdampak signifikan pada defisit anggaran.
"Tapi uang yang harus digelontorkan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan domestik 1,3 juta barel per hari akan memberikan efek pada belanja negara, otomatis maka defisit transaksi berjalan kita menjadi melebar karena komponen ini kan impor dan ekspor," jelas dia.
Jika kondisi ketegangan antara Ukraina dan Rusia berlanjut, yang berimbas kepada harga minyak dan mempengaruhi harga minyak di dalam negeri. Ia berharap berharap pemerintah bisa melakukan intervensi dengan mempertahankan harga BBM.
"Kecuali kalau memang yang round lebih tinggi, seperti Pertamax Plus dan lain sebagainya. Mereka walaupun mengikuti mekanisme pasar, paling tidak dia masih minta izin pemerintah untuk mematok harga-harga tersebut," kata Satya.
Di samping intervensi pemerintah, ia juga berharap ada intervensi dari negara-negara anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dengan meningkatkan produksi minyak.
"Kita mencoba untuk melihat beberapa waktu ke depan karena saya yakin Februari kalau nggak salah, itu ada rapat OPEC di sana. Kita lihat apakah pada rapat tersebut menguntungkan untuk menstabilkan harga dunia," pungkas Satya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Percepat Distribusi, Pertamina Bangun Supply Point Aspal
