Jakarta, CNBC Indonesia - Provinsi DKI Jakarta adalah wajah Indonesia. Dalam. hal pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), Jakarta pun menjadi barometer.
Kemarin, Kamis (27/1/2022), kasus positif harian Covid-19 mencapai 8.077 orang. Ini adalah rekor tertinggi sejak 2 September 2021.
Dari jumlah tersebut, 4.149 kasus datang dari Jakarta. Artinya, provinsi pimpinan Gubernur Anies Rasyid Baswedan ini menyumbang 51,37% dari kasus positif nasional, lebih dari separuh.
Oleh karena itu, tidak heran Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, menyebut Ibu Kota sebagai 'medan tempur' dalam penganan pandemi. Jika pandemi virus corona di Jakarta terkendali, maka wajah Indonesia secara keseluruhan akan terpoles.
Untuk meredam risiko penyebaran virus corona di Jakarta, pemerintah mempertimbangkan untuk menaikkan level PPKM. Saat ini Jakarta berada di PPKM Level 2 dan sedang dipikirkan untuk naik ke Level 3.
Jika Jakarta benar-benar naik ke PPKM Level 2, berikut sejumlah pembatasan yang bakal berlaku:
- Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dilakukan secara terbatas, tidak lagi 100%.
- Karyawan di sektor non-esensial dan non-kritikal maksimal 25%.
- Pasar rakyat beroperasi dengan kapasitas 50% hingga pukul 17:00.
- Pedagang kaki lima, toko kelontong, pangkas rambut, binatu (laundry). Pedagang asongan, bengkel, cucian kendaraan, dan lain-lain diizinkan beroperasi hingga pukul 21:00 dengan menerapkan protokol kesehatan.
- Warung makan, warteg, diizinkan buka dengan kapasitas maksimal 50% hingga pukul 21:00, waktu makan maksimal 60 menit. Begitu pula dengan restoran, rumah makan, dan kafe.
- Pusat perbelanjaan boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 50% hingga pukul 21:00. Anak berusia di bawah 12 tahun dilarang masuk.
- Bioskop boleh beroperasi dengan kapasitas maksimal 50%, anak berusia di bawah 12 tahun dilarang masuk.
"Sementara PPKM di DKI dalam minggu ini masih tetap di Level 2 mengikuti wilayah Aglomerasi. Level PPKM tentunya dilakukan evaluasi tiap minggunya, seperti yang disampaikan Pak Menko minggu lalu bahwa mungkin saja DKI akan naik ke Level 3 minggu depan bila kenaikan kasus dan angka BOR (Bed Occupancy Rate, tingkat keterisian ranjang rumah sakit) di wilayah Aglomerasi juga naik," ungkap Jodi Mahardi, Juru Bicara Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
Halaman Selanjutnya >> Mobilitas Tinggi, Corona Mudah Menyebar
Bagaimana perkembangan pandemi virus corona di Indonesia? Apakah memang sudah sangat mengkhawatirkan?
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Jakarta 'memimpin' angka kasus positif corona di antara provinsi-provinsi lainnya. Dalam sepekan terakhir, rata-rata kasus positif harian di Jakarta adalah 2.413 orang setiap harinya. Meroket 226,52% dari rerata pekan sebelumnya.
Rasio temuan kasus positif terhadap jumlah tes (positivity rate) di Jakarta pun meninggi. Per 26 Januari 2022, positivity rate menyentuh angka 13,9%, tertinggi sejak 29 Juli tahun lalu.
Dengan semakin banyaknya pasien, kemungkinan adanya yang meninggal dunia tentu bertambah. Dalam seminggu terakhir, total ada 21 orang pasien yang meninggal akibat virus corona. Sepekan sebelumnya, ada satu yang kehilangan nyawa.
Bagaimanapun kita bicara nyawa. Satu saja kehilangan sudah terlalu banyak, tidak bisa terbayar dengan apapun.
Tingginya intensitas mobilitas masyarakat Jakarta membuat virus corona lebih mudah menular. Apalagi kini sudah ada varian omicron.
Mengutip Apple Mobility Index, indeks mobilitas masyarakat Jakarta dengan mengemudi per 26 Januari 2022 adalah 107,71. Indeks di atas 100 menandakan mobilitas sudah berada di atas level sebelum pandemi. Dalam sepekan hingga 26 Januari 2022, rerata indeks mobilitas dengan mengemudi adalah 119,27.
Oleh karena itu, tidak bisa disalahkan jika pemerintah mempertimbangkan PPKM yang lebih ketat di Jakarta. Dengan aktivitas dan mobilitas yang terbatas, diharapan penyebaran virus corona akan lebih terkendali.
Halaman Selanjutya --> Jakarta adalah Jantung Indonesia
Akan tetapi, perlu dipertimbangkan pula bahwa Jakarta adalah 'jantung' Indonesia. Orang mau bilang tidak adil, tidak merata, tidak inklusif, tetapi harus diakui itulah faktanya.
Pada kuartal III-2021, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta adalah Rp 460,28 triliun. Jakarta menyumbang 16,91% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air, terbesar di antara provinsi lainnya.
 Sumber: BPS DKI Jakarta |
Oleh karena itu, 'denyut' ekonomi di Jakarta akan sangat menentukan dinamika perekonomian nasional. Kalau Jakarta 'digembok' dengan PPKM yang lebih ketat, maka ekonomi Jakarta akan tertatih, demikian pula perekonomian nasional.
Saat ekonomi bergerak, lapangan kerja tercipta. Saat lapangan kerja tercipta, makin banyak yang mendapatkan penghasilan sehingga menurunkan angka kemiskinan.
Pada September 2021, jumlah penduduk miskin di Jakarta adalah 498,29 juta orang (4,67%). Turun dibandingkan September 2020 yang sebesar 496,84 juta orang (4,69%) dan Maret 2021 yakni 501,92 (4,72%). Ini menjadi kali pertama angka kemiskinan di Jakarta turun sejak pandemi virus corona.
 Sumber: BPS DKI Jakarta |
"Salah satu sinyalemen positif dari perbaikan kondisi perekonomian adalah pertumbuhan ekonomi yang berdampak terhadap tumbuhnya angkatan kerja baru. Dengan pertumbuhan sebesar 2,43% di triwulan III 2021, telah terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 78 ribu.
"Selama kurun Agustus 2020-Agustus 2021, lapangan kerja yang ada di Jakarta sudah berhasil mengurangi 42 ribu pengangguran dan bahkan mampu menyerap 36 ribu tenaga kerja baru. Dari 78 ribu serapan tenaga kerja di Jakarta, sebanyak 46 ribu pekerja masuk ke sektor formal. Hal ini didorong oleh semakin tingginya serapan tenaga kerja terdidik," lapar laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta.
Berbagai pencapaian ini bisa terjadi karena pembukaan aktivitas ekonomi secara bertahap. Saat aktivitas dan mobilitas lancar, maka 'roda' ekonomi akan berputar, lapangan kerja tercipta, dan kemiskinan berkurang.
Namun jika PPKM diketatkan, pencapaian ini bisa mundur lagi. Ambyar. Pertaruhannya sangat tinggi, yaitu nasib rakyat. Jangan sampai PPKM yang diketatkan membuat rakyat malah mati kelaparan, bukan karena Covid-19.
TIM RISET CNBC INDONESIA