Antar Mal Angker 'Saling Bunuh', Ternyata Ini Penyebabnya

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
26 January 2022 06:55
Petugas kebersihan mengepel lantai di kawasan mall Ambassador, Jakarta, Selasa, 25/1/2022. Pandemi Covid-19 telah membuat industri ritel, terutama pusat perbelanjaan sulit untuk bangkit. Mutasi baru varian Covid-19 yang terus menerus muncul membuat orang kini lebih memilih untuk tidak bepergian. Akibatnya, mal-mal di DKI Jakarta seperti di kawasan Mall Ambassador Jakarta Selatan Di mana pusat perbelanjaan tersebut kebanyakan berisi pedagang elektronik, seperti handphone, laptop, kamera, serta aksesoris lain. Kini harus menghadapi kenyataan sepi pengunjung. Banyak kini kios-kios di sejumlah pusat perbelanjaan di DKI Jakarta dijual atau disewakan.
Saat CNBC Indonesia menyambangi Mal Ambassador yang kebanyakan berisi pedagang elektronik, ada beberapa toko yang tutup di lantai 3. Terlihat pada gerai toko itu terpampang selembaran info bahwa toko tersebut hendak dijual ataupun disewakan. Meskipun pembeli terlihat cukup ramai di lantai dasar. Salah satu pedagang, Bjeh mengatakan bahwa tutupnya beberapa toko ini, karena jarangnya pembeli. Oleh karenanya pedagang harus rela meninggalkan tokonya tersebut. Berdasarkan pengamatan CNBC Indonesia, memang banyak gerai yang dijual hingga dikontrakkan ke penyewa yang berminat. Namun, itu bukan perkara mudah karena banyak pelaku usaha yang menahan dana untuk tidak berinvestasi di pusat perbelanjaan. Menanggapi fenomena mal-mal legendaris di Jakarta yang sepi, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia Budihardjo Iduansjah mengungkapkan, banyaknya tenant atau penyewa menutup gerai disebabkan ekosistem ekonomi di mal itu sudah tidak lagi bergairah. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Suasana Mall Ambassador, Jakarta, Selasa (25/1/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan antar pusat perbelanjaan di masa pandemi sangat ketat, mereka harus bisa 'saling membunuh' kompetitor dari berbagai mal lain. Hal ini dilakukan karena pengunjung yang harus dipikat tidak begitu besar seperti sebelum pandemi Covid-19.

"Antar mal ya memang kompetitif. Isinya hampir sama. Mereka yang bedain harus bisa keluar dari ceruk yang sama," kata Staff ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (HIPPINDO) Yongky Susilo kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/1/22).

Kemiripan karakteristik antar pusat perbelanjaan juga menjadi penyebab bahwa persaingan antara mal menjadi kian ketat. Mal harus berinovasi agar bisa berbeda dibanding mal yang lainnya, jika tidak maka konsumen bisa memilih mal lain yang berkonsep unik.

Suasana hening di Great Western Grand Serpong Mall di kawasan Serpong, Tangerang, Banten, Selasa (25/1/2022).   Pusat perbelanjaan ini ditinggalkan pengunjungnya. Selain itu, buruknya pengelolaan menjadi salah satu penyebab pusat perbelanjaan ditinggalkan juga oleh penyewanya. Ketika memasuki mal, pengunjung langsung diperlihatkan dengan eskalator mati (tak berfungsi) dan tak layak digunakan. Deretan ruko kosong semua tertutup rapat sedangkan meja kursi dibereskan diluar ruko yang tertutup. Menurut beberapa petugas dan karyawan food court mengatakan Foto: Suasana Great Western Grand Serpong Mall di kawasan Serpong, Tangerang, Banten, Selasa (25/1/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Suasana hening di Great Western Grand Serpong Mall di kawasan Serpong, Tangerang, Banten, Selasa (25/1/2022). Pusat perbelanjaan ini ditinggalkan pengunjungnya. Selain itu, buruknya pengelolaan menjadi salah satu penyebab pusat perbelanjaan ditinggalkan juga oleh penyewanya. Ketika memasuki mal, pengunjung langsung diperlihatkan dengan eskalator mati (tak berfungsi) dan tak layak digunakan. Deretan ruko kosong semua tertutup rapat sedangkan meja kursi dibereskan diluar ruko yang tertutup. Menurut beberapa petugas dan karyawan food court mengatakan "kondisinya sangat sepi disini, selama pandemi tidak ada perawatan (pembersihan mal) jelasnya. Dilokasi hanya ada satu ruangan Surya University yang masih menyalakan lampu ruangan tapi belum diketahui apakah ada kegiatan atau tidak didalam ruangan. Sebelum menghadapi situasi suram seperti sekarang, Grand Serpong Mal pernah menikmati masa-masa kejayaan. Di masa awal beroperasinya 2005 silam, mal ini menjadi destinasi utama warga Tangerang berbelanja. Namun seiring munculnya pesaing baru di sekitarnya, Grand Serpong Mal mulai ditinggalkan pengunjung. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Ketika banyak konsumen meninggalkan mal tersebut, lama kelamaan okupansinya makin menurun. Sebelum pandemi pun kondisinya parah, akibatnya mal tersebut menjadi sepi dan 'angker.'

"Konsumen berubah, konsep mal tersebut tidak berubah. Dulu ke mal belanja aja, jadi isinya kios-kios saja," sebut Yongky yang juga Director KADIN Indonesia Trading House.

Ia menilai mal lama yang dulunya berjaya tidak bisa cepat dalam beradaptasi di kondisi demand masyarakat saat ini. Akibatnya, konsumen lebih memilih mal dengan konsep kekinian saat ini.

"Dulu ke mal belanja aja, jadi isinya kios-kioa saja. Tapi buat orang modern, mal adalah makan, rekreasi, dokter, sekolah, gaya, main, menjadi super blok. Jadi satu dengan hotel, apartmen dan lain-lain," sebut Yongky.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mal Legendaris Jakarta Pada Sepi, Ternyata Sejak Lama!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular