CNBC Insight

Sejarah Sultan Kutai, Awal Mula Lahan Ibu Kota Nusantara

Petrik M, CNBC Indonesia
Sabtu, 29/01/2022 19:30 WIB
Foto: Cover Insight/ Ibu Kota Negara Baru/ Edward Ricardo Sianturi

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengaku bahwa di kawasan yang bakal menjadi ibukota negara baru ada beberapa oknum yang mengaku keturunan Kesultanan Kutai mengklaim bidang tanah pada daerah itu.

"Tapi itu sudah dijelaskan kalau tahun 1960-an wilayah kesultanan itu asetnya diambil negara termasuk keraton pada saat itu," kata Isran dalam Evening Up, CNBC Indonesia, Rabu (20/1/2022). Setelah sempat menjadi daerah swapraja, pada 21 Januari 1960, daerah Kesultanan Kutai menjadi kabupaten Kutai.

Kesultanan Kutai di zaman kolonial Hindia Belanda, termasuk kerajaan-kerajaan yang tunduk kepada Kerajaan Belanda. Namun bukan berarti orang-orang di Kesultanan ini tidak pernah berperang melawan bangsa asing.


Saudagar Inggris Raya bernama James Erskin Murray yang mencoba cari kejayaan di Kutai pernah diperangi orang Kutai pada 1844 di Tenggarong, ketika kesultanan ini dipimpin Sultan Salahuddin.

"Ketika Sultan Salahuddin meninggal pada tahun 1845, Sultan Sulaiman (Aji Biduk) masih terlalu muda untuk memerintah sehingga ia dibantu oleh tiga menteri," tulis Burhan Djabier Magenda dalam East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy (2010:30).

Sultan Sulaiman baru berkuasa di Kutai tanpa perwalian sejak 1863. Di tahun itu, ia terlibat perjanjian dengan Belanda untuk turut serta membantu Belanda dalam perang: menyediakan tenaga manusia, bubuk mesiu, dan kapal.

Di masa pemerintahan Sultan Sulaiman itu di Kalimantan Selatan bergolak perlawanan Pangeran Antasari dan pengikutnya, dalam Perang Banjar (1859-1905).

Pangeran Perbatasari salah satu sekutu Antasari melakukan perjalanan ke kawasan yang kini termasuk Provinsi Kalimantan Timur.

Perjalanannya ke arah utara itu untuk meminta bantuan dari Sultan Pasir dan Sultan Kutai. Pangeran Perbatasari tak bertemu Sultan Pasir, namun kemalangan menimpa perjuangannya di Kutai pada April 1885.

"Perbatasari dan orang-orangnya dengan mudah tetapi 'secara khianat' ditangkap atas perintah Sultan Kutai dan kemudian mereka diserahkan kepada Asisten Residen Tromp," tulis Helius Sjamsuddin dalam Helius Sjamsuddin dalam Pegustian dan Temenggung (2001:328). Perbatasari kemudian dibuang ke Tondano.

Sultan Sulaiman sangat berjasa dalam membuka pertambangan di Kalimantan Timur. Menurut Magenda (2010:24), pada 1888 Sultan Kutai konsesi tambang batubara kepada Steenkolen Maatschappij Oost Borneo (SMO) dan Oost Borneo Maatschappij (OBM).

Sultan Sulaiman juga mengizinkan Menten mengeksplorasi minyak di Sanga-sanga dan Balikpapan. Magenda (2010:71) menyebut sultan punya beberapa perusahaan, sebelum akhirnya diambil alih Belanda. Sultan Sulaiman diyakini punya pendapatan bulanan sebesar 60.000 Gulden.

Setelah Sultan Sulaiman tutup usia, sultan Kutai yang terkenal adalah Sultan Parikesit. Dia pernah menjadi raja kaya sebelum 1940. Di masa revolusi kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang RI di sekitar Kutai dapat senjata dari tentara Australia dan tentara Jepang.

"Akan tetapi kemudian oleh Sri Sultan Kutai Parikesit diperintahkan agar supaya senjata tersebut diserahkan kepada pembesar-pembesar Belanda," tulis Hassan Basry dalam Kisah Gerilya Kalimantan dalam Revolusi Indonesia 1945-1949 (1961:64). Ooi Keat Gin dalam Post-War Borneo, 1945-1950: Nationalism, Empire and State-Building (2013:133) menyebutkan bahwa Sultan Parikesit tidak secara terbuka menunjukkan dukungannya kepada Republik Indonesia.

Parikesit sebagai Sultan Kutai kemudian terlibat dalam Dewan Federal Kalimantan Timur yang disponsori Belanda. Setelah 1950, Kalimatan Timur pun menjadi bagian Republik Indonesia, termasuk Kutai di dalamnya. Mula-mula Kutai menjadi daerah swapraja dengan Sultan Parikesit sebagai kepala swapraja. Setelah daerah swapraja dihapus Sultan Kutai jadi orang biasa dan kondisi ekonominya hancur.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pmt/pmt)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pramono: Jakarta Masih Berstatus Ibu Kota Indonesia