
Permintaan Domestik Turun, Pengusaha Semen Gencar Ekspor

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengungkapkan saat ini industri semen mengalami over supply atau kapasitas hingga 47 juta ton. Hal ini membuat pemerintah untuk mendorong industri semen melakukan pengiriman ke luar negeri atau ekspor.
Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhammad Khayam menjelaskan utilisasi produk semen pada 2019 mencapai 65%, namun adanya pandemi pada 2020 menurun menjadi 56%.
"Di tahun 2021 meningkat lagi menjadi 58%, namun itu semuanya masih di bawah utilisasi 2019," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (25/1/2022).
Pemerintah mencatat, over supply pada industri semen juga pernah terjadi pada 2014. Hal tersebut terjadi karena kapasitas produksi yang bertambah jauh melebihi permintaan dalam negeri. Nah, pada 2021 terjadi lagi, over capacity hingga 47 juta ton dengan utilisasi rata-rata 58%.
Guna memperbaiki iklim usaha semen dengan over capacity dengan sehat dan berdaya saing, kata Khayam perlu pengaturan investasi baru untuk wilayah dan jangka waktu tertentu.
"Guna mengatasi over supply yang mengakibatkan rendahnya utilisasi, maka produsen semen berusaha meningkatkan ekspor," ujarnya.
Adapun, Khayam merinci kebutuhan semen pada 2021 produksi semen naik menjadi 6,8% yang juga kebutuhannya naik menjadi 4,3% dibandingkan 2020.
Hal itu menunjukan adanya pemulihan industri semen di awal pandemi, namun menurut Khayam kondisi tersebut belum mencapai kondisi normal.
"Industri semen masih dibayangi oleh gelombang pandemi berikutnya yang mungkin terjadi," ujarnya.
Kemenperin mencatat bahwa pada 2019 ekspor clinker pertumbuhannya mencapai 239% dan terus mengalami peningkatan, serta meluasnya negara tujuan ekspor hingga ke negeri Paman Sam alias Amerika Serikat (AS).
Oleh karena itu, untuk mengimbangi penurunan permintaan dalam negeri pada 2020 dan 2021, industri semen gencar melakukan ekspor.
"Pada 2020 total ekspor clinker naik 44% dan pada 2021 mengalami kenaikan 25%. Proyeksi pertumbuhan semen dan klinker bergantung pada harga dan kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar utama," ujarnya.
Sayangnya hambatan untuk melakukan ekspor clinker pun masih ditemui. Pada awal Semester II-2021 terdapat pembatasan masuknya kapal Indonesia ke China akibat tingginya kasus Covid-19 di Indonesia.
Selanjutnya, saat kasus Covid-19 di Indonesia menurun, terdapat kendala ketersediaan batu bara bagi industri semen akibat kenaikan harga batu bara.
"Menyebabkan produksi clinker dan semen terhambat, sehingga industri semen tidak dapat memenuhi permintaan ekspor," jelas Khayam.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengungkapkan pihaknya telah melakukan ekspor semen hingga mencapai 11,5 juta ton.
Padahal jika tidak adanya kenaikan harga batu bara yang tinggi, pada Oktober hingga Desember 2021, ekspor batu bara diperkirakan bisa mencapai 12,5 juta ton.
"Tapi Semen Indonesia tidak ada ekspor sama sekali pada Desember 2021 dan Januari 2021 mungkin hanya 20%," jelas Widodo pada kesempatan sama.
ASI juga meminta agar kebijakan harga DMO batu bara khusus semen dan pupuk sebesar US% 90 metrik per ton juga bisa dijalankan untuk mengakomodasi ekspor semen di dalam negeri.
"Selama harga DMO (batu bara) tidak diterapkan untuk ekspor, kita tidak punya keuntungan yang ada malah rugi. Karena harga batu bara dari US$ 600.000 menjadi US$ 1,2 juta," tuturnya.
"Karena harga modal dan DMO sekitar US$ 800.000 dan sebelum DMO US$ 500.000 hingga US$ 600.000, naik 60%. Insya Allah dengan DMO (diterapkan), ekspor kembali lancar dan utilisasi meningkat bagus," kata Widodo melanjutkan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Cuma PLN, Suplai Batu Bara ke Industri Semen Juga Seret!