Jokowi Mau Ganti LPG dari Batu Bara, Pengusaha: Gak Gampang!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
25 January 2022 14:40
Presdien Joko Widodo (Jokowi) Saat Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter, Kab. Muara Enim, Senin (24/1/222). (Foto: BPMI Setpres)
Foto: Presdien Joko Widodo (Jokowi) Saat Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter, Kab. Muara Enim, Senin (24/1/222). (Foto: BPMI Setpres)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan pembangunan atau peletakan batu pertama atau groundbreaking gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).

Presiden mengatakan proyek DME ini sangat penting karena bisa berperan sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG), sehingga bisa mengurangi impor LPG yang selama ini mencapai 6-7 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari kebutuhan LPG di dalam negeri.

"Saya sudah berkali-kali sampaikan mengenai hilirisasi industrialisasi. Pentingnya mengurangi impor. Sudah enam tahun lalu saya perintah, Alhamdulillah hari ini meski dalam jangka panjang belum bisa dimulai, Alhamdulillah bisa kita mulai hari ini," kata Jokowi, Senin (24/1/2022).

"Makanya arah gasifikasi lebih didorong bagi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang akan memperpanjang izin menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)," jelas Singgih kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/1/2022).

Ketua Indonesia Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo berpandangan, bukan hal yang mudah mengimplementasikan proyek DME. Hal itu karena, arah gasifikasi batu bara itu lebih didorong bagi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atau perusahaan-perusahaan batu bara jumbo yang akan memperpanjang izin menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sementara IUP hanya sebatas optional.

Hal tersebut pun kata Singgih sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba), termasuk turunannya PP Nomor 96 tahun 2021.

"Dan IUP sebatas optional. Poin besarnya jelas, investasi yang besar sekitar US$ 2 miliar bukan sebagai ruang mining business, namun sudah masuk sebagai chemical industry," tuturnya lagi.

Singgih memperkirakan serapan batu bara untuk proyek gasifikasi, khususnya DME hanya sekira 40 juta ton hingga 2030. Asumsi tersebut dihitung di atas jumlah PKP2B yang akan memperpanjang menjadi IUPK.

Kendati demikian, pasar ekpsor batu bara tetap akan mendominasi hingga 2025-2026. Satu hal yang harus diwaspadai, kata Singgih adalah pada 2026, dimana China dan India memberikan sikap atas impor batu bara merek terkait dengan arah transisi energi yang mereka terapkan.

"Penurunan impor China dan India dapat saja terjadi dan mengingat sebagai 54% pasar ekspor kita (Indonesia), tentu proyeksi peta impor mereka harus kita perhitungkan benar," jelasnya.

"Proyek DME dalam serapan batu bara sangat kecil dan jauh dapat mengganggu pasar batu bara," kata Singgih melanjutkan.

Untuk diketahui, DME merupakan salah satu jenis alternatif bahan bakar pengganti LPG. Karakteristik DME memiliki kemiripan dengan komponen LPG, yakni terdiri atas propan dan butana, sehingga penanganan DME dapat diterapkan sesuai LPG.

Kementerian ESDM RI menyebut telah melakukan penelitian pemanfaatan DME sebagai bahan bakar sejak 2009.

Uji terap pemakaian DME 100% telah dilakukan di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim pada bulan Desember 2019 - Januari 2020 kepada 155 kepala keluarga dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, uji terap DME 20%, 50%, dan 100% dilakukan di Jakarta (Kecamatan Marunda) kepada 100 kepala keluarga pada tahun 2017.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mantap! RI Kantongi Investasi Terbesar Kedua Setelah Freeport

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular