
Bawa Tim Ahli, Minarak Kaji 'Harta Karun' di Lumpur Lapindo

Jakarta, CNBC Indonesia - Minarak Group selaku Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) minyak dan gas bumi (migas) pengelola wilayah kerja migas (WK Migas) Brantas, tengah melakukan kajian internal dengan menyiapkan tim ahli untuk menelusuri adanya indikasi 'Harta Karun' super langka dalam hal ini mineral logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element di lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur.
Seperti diketahui, Minarak Brantas Gas bersama dengan Lapindo Brantas Inc dan PT Prakarsa Brantas adalah pengelola wilayah kerja migas Brantas, yang mana diketahui sebelumnya area lumpur lapindo masuk ke dalam wilayah kerja migas tersebut.
Sekretaris Perusahaan Minarak Group, Ananda Arthaneli menyampaikan bahwa sejauh ini pihaknya masih melakukan kajian di internal atas adanya inidikasi mineral logam tanah jarang di lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur itu.
"Di mana kami juga melibatkan beberapa tim ahli. Jika sudah ada Hasil yang pasti akan kami beritahukan. Kami sangat berharap apapun itu semoga suatu hal yang dapat bermanfaat bagi kita semua," terang Ananda kepada CNBC Indonesia, Senin (24/1/2022).
Sayang dia belum menjelaskan detil, atas hasil kajian internal tersebut. Dia juga belum bisa menyebutkan, jika kelak memang ditemukan adanya 'harta karun' super langka itu, apakah akan diproduksi langsung oleh Minarak dan Lapindo Brantas serta PT Prakarsa Brantas.
"Untuk nanti diproduksi oleh siapa kami belum mempersiapkan itu. Namun pastinya kami akan kordinasi bersama pemerintah," ungkap dia.
Dia mengungkapkan bahwa, untuk tanah dan bangunan di area lumpur Lapindo yang merupakan bagian dalam Peta Area Terdampak (PAT) 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi sesuai yang diatur Perpres 76 tahun 2015 dan diatur dalam Perjanjian Dana Antisipasi.
Tanah lumpur Lapindo itu kini bukan lagi masuk ke dalam Blok migas Brantas. Seperti diketahui, pada 3 Agustus 2018 lalu Kementerian ESDM sendiri telah memberikan perpanjangan kontrak untuk blok migas atau WK Brantas, sehingga bisa beroperasi hingga tahun 2040.
"Saat ini kami masih berdiskusi dengan pemerintah terkait dengan settlement. Tanah Lumpur Sidoarjo tersebut saat ini bukan merupakan bagian dari Blok Brantas," tuturnya.
"Kalau untuk tanah dan bangunan dalam PAT 22 Maret 2007 sudah dilakukan jual beli oleh PT MLJ adalah milik PT MLJ, namun merupakan jaminan dalam rangka pinjaman Dana Antisipasi. Sampai saat ini terkait settlement kami masih melakukan diskusi dan kordinasi dengan pihak pemerintah," paparnya.
Seperti yang diketahui, sebelumnya Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencatat indikasi adanya mineral logam tanah jarang di lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur itu. Tak hanya logam tanah jarang, ada juga potensi logam raw critical material yang jumlahnya besar.
"Tahun 2020 penyelidikan di sana, dan teman-teman kami terlibat dan lakukan kajian secara umum di Sidoarjo. Dan ada indikasi logam tanah jarang ini, selain logam tanah jarang ada logam raw critical material yang jumlahnya lebih besar dari logam tanah jarang," ungkap Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono beberapa waktu yang lalu.
Di tahun lalu pun atau 2021, Badan Geologi Kementerian ESDM sudah melakukan kajian secara mendetil atas adanya temuan 'harta karun' super langka itu. Adapun hasilnya masih dalam pemrosesan. Eko bilang, kalau kajian tersebut sudah tuntas, maka hasilnya akan diberitahukan kepada publik.
"Nah di tahun ini (2022) kami lakukan kajian dengan Ditjen Minerba, dan kerjasama dengan salah satu Litbang ESDM pusat yakni Tekmira terkait potensi untuk logam tanah jarang tersebut," terang Eko.
"Ini kerjasama dengan dua institusi dan perlu koordinasi akan hasilnya dan diintegrasikan. Saat ini sedang diintegrasikan sehingga nanti kita bisa tahu potensi logam tanah jarang di Sidoarjo," ungkap Eko.
Berdasarkan data survei Badan Geologi Kementerian ESDM tahun 2009 - 2020, tercatat saat ini untuk logam tanah jarang sendiri terdapat di Tapanuli, Sumatera Utara sekitar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.
Kemudian, di Kalimantan, ada kajian di Kalimantan Barat potensi logam tanah jarang dalam bentuk laterit 219 ton dan Sulawesi 443 ton.
Ridwan menyampaikan, pihaknya tetap membuka peluang investasi untuk menggarap eksplorasi logam tanah jarang ini. Khususnya disektor teknologi untuk memproses perolehan eksplorasi.
"Di Tapanuli Utara, kami setiap tahun mengeluarkan sumber daya dan cadangan mineral dan panas bumi. Hasil kajian kita akan kami sampaikan disitu, menambah dari yang sebelumnya sudah ada," ungkap Eko.
Seperti yang diketahui, logam tanah jarang adalah sumber energi yang sangat langka, dan sangat dibutuhkan untuk perkembangan transisi energi ke depan. Misalnya, logam tanah jarang sangat dibutuhkan untk bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik, Juga, berguna untuk bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir (*PLTN).
Logam tanah jarang juga berfungsi sebagai bahan baku telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sayang Banget! "Harta Karun" Super Langka RI Terganjal Data
