Ada Fenomena Pelabuhan Priok Makin Macet, Ada Apa?

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
21 January 2022 08:05
Sejumlah truk bongkar muat melintas di kawasan Tj Priok, Jakarta, Jumat, 11/6. Praktik pungutan liar (pungli) hingga saat ini masih merajalela di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seperti pengakuan beberapa supir kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (11/6/2021), saat kunjungan ke pelabuhan utama Indonesia ini kemarin.
Para pekerja kerah biru ini mengeluhkan, bukan terkait masalah beratnya pekerjaan yang digelutinya, melainkan aksi premanisme juga pungutan liar yang kerap terjadi. Dia berharap, pihak aparat bisa lebih memperketat pengamanan area pelabuhan. Selain itu, pihaknya juga berharap ada transparansi biaya pelabuhan untuk semua aktivitas.

Dari dialog yang dilakukan supir truk dengan Presiden Joko Widodo kemarin, praktik premanisme terjadi saat keadaan jalan sedang macet di mana preman naik ke atas truk, lalu menodongkan celurit kepada supir untuk dimintai uang.

Adapun pungli terjadi di sejumlah depo. Pengemudi truk dimintai uang Rp 5.000 - Rp 15.000 supaya bongkar muat bisa lebih dipercepat pengerjaannya. Jika tidak dibayar, maka pengerjaan bongkar muat akan diperlambat. Hal ini terjadi di Depo PT Greating Fortune Container dan PT Dwipa Kharisma Mitra Jakarta. 
Pantauan CNBC Indonesia dilapangan saat di kawasan JICT tampak jarang hampir tak terlihat himbauan banner stop pungli diarea tempat keluarnya truk.

Suasana dipinggir jalan kawasan Tj Priok arah Cilincing juga tak terlihat para kenek parkir di pinggir jalan semenjak ramenya kasus pungli.
Foto: Suasana Tanjung Priok, Jakarta Utara (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peningkatan aktivitas di pelabuhan mulai terjadi. Terutama sejak pelonggaran PSBB di Tanah Air dan sejumlah negara akibat pandemi dan mendorong kegiatan ekspor-impor. Ditambah, kembali menggeliatnya kegiatan perdagangan pertambangan.

Hanya saja, menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, hingga saat ini kemacetan masih jadi momok bagi kegiatan logistik di pelabuhan. Termasuk di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Padahal, imbuh dia, sejumlah infrastruktur telah dibangun di sekitar pelabuhan.

"Soal kemacetan ini sudah berkali-kali kami sampaikan, sudah 5 tahun. Kemacetan ini selalu jadi masalah. Kalau sudah dibangun infrastruktur tapi masih macet, berarti ada yang salah. Kami berharap perbaikan segera," kata Gemilang Tarigan kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/1/2022).

Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)


Dia mengatakan, diperlukan penataan kembali tata ruang pelabuhan Tanjung Priok. Untuk mengurai kemacetan yang menahun.

"Seharusnya kalau dibangun infrastruktur, bisa lebih baik. Tapi macetnya nggak hilang-hilang. Berarti ada sistem yang salah dan sudah kami sampaikan berkali-kali. Tata ruang harus diperbaiki," ujarnya.

Tata ruang dimaksud adalah keberadaan depo kontainer yang kini berada di luar lokasi pelabuhan. Jika sebelumnya, tutur dia, truk jalan dari pelabuhan ke pabrik atau kawasan industri lalu ke pelabuhan lagi.

"Lintasannya hanya 2, keluar masuk. Sekarang depo di liar pelabuhan, lintasan yang tadinya garis lurus, sekarang jadi seperti layang-layang. Crowded. Jadi, konsepnya harus diubah. Kalau tadi kepala layang-layang di pelabuhan, ekor di kawasan, sekarang harus dibalik," kata Gemilang Tarigan.

Untuk itu, kata dia, pengelola depo kontainer harus memindahkan deponya ke kawasan industri.

"Selama ini, truk juga tidak memiliki fasilitas parkir atau garasi di kawasan industri. Jadinya parkir liar seperti tamu tak diundang. Jadi, pengusaha depo bangun depo kontainer dan fasilitas garasi truk di kawasan industri," kata Gemilang Tarigan.

Gemilang Tarigan yakin, langkah itu strategis menekan inefisiensi akibat kemacetan di jalur pelabuhan.

"Karena macet, turnround time truk dengan radius 25 km dari pelabuhan itu 8 jam. Tapi, karena macet jadi 16-18 jam. Artinya, ada waktu sekitar 10 jam sia-sia. Konsumsi bahan bakar juga jadinya 2 kali lipat. Dan ada sekali truk itu membawa muatan kosong. Tidak efisien," kata dia.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Pengusaha, Mau Kemacetan di Priok Terurai? Ini Solusinya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular