
Ada Fenomena Pelabuhan Priok Makin Macet, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Peningkatan aktivitas di pelabuhan mulai terjadi. Terutama sejak pelonggaran PSBB di Tanah Air dan sejumlah negara akibat pandemi dan mendorong kegiatan ekspor-impor. Ditambah, kembali menggeliatnya kegiatan perdagangan pertambangan.
Hanya saja, menurut Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, hingga saat ini kemacetan masih jadi momok bagi kegiatan logistik di pelabuhan. Termasuk di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Padahal, imbuh dia, sejumlah infrastruktur telah dibangun di sekitar pelabuhan.
"Soal kemacetan ini sudah berkali-kali kami sampaikan, sudah 5 tahun. Kemacetan ini selalu jadi masalah. Kalau sudah dibangun infrastruktur tapi masih macet, berarti ada yang salah. Kami berharap perbaikan segera," kata Gemilang Tarigan kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/1/2022).
![]() Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) |
Dia mengatakan, diperlukan penataan kembali tata ruang pelabuhan Tanjung Priok. Untuk mengurai kemacetan yang menahun.
"Seharusnya kalau dibangun infrastruktur, bisa lebih baik. Tapi macetnya nggak hilang-hilang. Berarti ada sistem yang salah dan sudah kami sampaikan berkali-kali. Tata ruang harus diperbaiki," ujarnya.
Tata ruang dimaksud adalah keberadaan depo kontainer yang kini berada di luar lokasi pelabuhan. Jika sebelumnya, tutur dia, truk jalan dari pelabuhan ke pabrik atau kawasan industri lalu ke pelabuhan lagi.
"Lintasannya hanya 2, keluar masuk. Sekarang depo di liar pelabuhan, lintasan yang tadinya garis lurus, sekarang jadi seperti layang-layang. Crowded. Jadi, konsepnya harus diubah. Kalau tadi kepala layang-layang di pelabuhan, ekor di kawasan, sekarang harus dibalik," kata Gemilang Tarigan.
Untuk itu, kata dia, pengelola depo kontainer harus memindahkan deponya ke kawasan industri.
"Selama ini, truk juga tidak memiliki fasilitas parkir atau garasi di kawasan industri. Jadinya parkir liar seperti tamu tak diundang. Jadi, pengusaha depo bangun depo kontainer dan fasilitas garasi truk di kawasan industri," kata Gemilang Tarigan.
Gemilang Tarigan yakin, langkah itu strategis menekan inefisiensi akibat kemacetan di jalur pelabuhan.
"Karena macet, turnround time truk dengan radius 25 km dari pelabuhan itu 8 jam. Tapi, karena macet jadi 16-18 jam. Artinya, ada waktu sekitar 10 jam sia-sia. Konsumsi bahan bakar juga jadinya 2 kali lipat. Dan ada sekali truk itu membawa muatan kosong. Tidak efisien," kata dia.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Pengusaha, Mau Kemacetan di Priok Terurai? Ini Solusinya