
Dear Pengusaha, Mau Kemacetan di Priok Terurai? Ini Solusinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengungkapkan, dalam 5 tahun terakhir, kemacetan di jalur pelabuhan Tanjung Priok masih terus jadi momok. Padahal, sejumlah infrastruktur telah dibangun di sekitar pelabuhan.
Untuk itu, Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengusulkan solusi untuk mengurai kemacetan di jalur pelabuhan Tanjung Priok. Yang juga dapat menguntungkan bagi pengusaha.
"Pengusaha kawasan industri bisa membangun logistic park di kawasannya. Dilengkapi dengan garasi untuk truk. Pengelola depo kontainer bisa memanfaatkan kawasan logistik itu. Sehingga, ketika ada pengiriman, truk bisa mengambil kontainer kosong yang ada di kawasan, lalu isi muatan, selanjutnya dibawa ke pelabuhan. Tentu, dengan cara ini, biaya operasional pengangkutan akan lebih hemat dari pada macet," kata Setijadi kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/1/2022).
Dengan menambah investasi membangun depo kontainer, kata dia, akan berdampak strategis bagi pengusaha kawasan industri.
"Katakan ada sekitar 30 kawasan industri di Jawa Barat. Kalau 5 saja membangun logistic park dilengkapi depo kontainer, ini akan jadi keunggulan bagi 5 kawasan tersebut. Dan akan menaikkan minat tenant, artinya okupansi di kawasan akan naik," ujarnya.
![]() Truk Muat Tanjung Priok (CNBC Indonesia) |
Setijadi menambahkan, langkah tersebut lebih memungkinkan dilakukan dari pada menyuruh pengelola depo kontainer memindahkan lokasinya ke kawasan industri.
"Investasinya tentu akan lebih mahal dan memberatkan. Dari segi investasi lahannya saja sudah besar. Karena menyangkut areal yang luas di kawasan komersial. Pasti akan mahal dan pengusaha pengelola depot akan enggan. Tapi kalau fasilitas ini ada di kawasan industri kan lebih baik dan jadi solusi atasi kemacetan," kata dia.
Sebab, imbuh dia, lalu lintas dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok yang dipadati truk bolak-balik membawa muatan dan mengambil kontainer kosong adalah pemicu kemacetan.
"Akibatnya biaya logistik mahal, dikenakan ke barang, daya saing barang turun. Dan, sumbangan sektor terlihat besar bagi PDB, tapi akibat biaya yang tidak perlu atau inefisiensi. Tentu ini negatif bagi PDB," kata Setijadi.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Fenomena Pelabuhan Priok Makin Macet, Ada Apa?
