
Rumah-Rumah Elite Menteng Diobral, Ternyata Begini Awalnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak pandemi melanda Indonesia, banyak rumah kawasan elite di DKI Jakarta seperti Pondok Indah hingga Menteng dijual bahkan diobral pemiliknya dengan harga sangat miring.
Tahun lalu misalnya rumah yang pernah menjadi tempat kerja Kementerian Luar Negeri di awal kemerdekaan, hendak dijual pihak keluarganya. Di e-commerce properti, penawaran rumah-rumah elite Menteng juga bertebaran saat ini efek dari pandemi.
Pilihan Redaksi |
Menteng adalah kawasan penting di Jakarta. Banyak rumah besar, yang kini harganya sangat tinggi, berdiri di sana sejak zaman Hindia Belanda. Banyak pejabat pemerintah Indonesia dan pengusaha saat ini tinggal di kawasan itu. Menteng tentu saja dipenuhi rumah-rumah tua bersejarah yang layak dijadikan cagar budaya. Rumah cagar budaya pantang diubah bentuk aslinya.
Menteng terkait dengan sejarah perkembangan kota Jakarta. Setelah abad XIX, Jakarta terus melebar ke selatan sebagai kota. Pada 1908, seperti dicatat Pastur Adolf Heuken dalam Menteng Kota Taman Pertama di Indonesia (2001:19), perusahaan real estate bernama NV De Bouwploeg (baca: boplo) pada 1908 membeli tanah daerah Menteng yang masih alami 238.870 Gulden.
Ketika Kotapraja Batavia terbentuk, menurut Restu Gunawan dalam Gagalnya Banjir Kanal (2010:54), sudah ada perencanaan pembangunan perumahan yang sehat. Itulah mengapa daerah Menteng yang sebelum 1908 masih berstatus sebagai tanah partikelir (swasta) yang masih ditanami padi, kelapa dan rerumputan kemudian dibebaskan. Kala itu ada 2.301 penggarap tanah di Menteng.
"Kotapraja yang baru didirikan ini bermaksud supaya tanah yang baru diperoleh ini digunakan untuk daerah pemukiman bagi masyarakat golongan atas," tulis Heuken. Jumlah orang kelas atas di Hindia Belanda pada awal abad XX itu terus meningkat, seiring dengan semakin meningkatnya produksi hasil bumi era kolonial itu.
Orang-orang kelas atas Batavia itu tentu mencari rumah-rumah yang sesuai dengan kemampuan finansial mereka.Di kawasan Menteng itu adalah rumah-rumah dengan beragam gaya arsitektur dan berpekarangan luas.
Di zaman pendudukan Jepang, rumah-rumah yang kebanyakan milik orang-orang Belanda kelas itu kemudian berpindah tangan, baik ke para pejabat Jepang, seperti Laksamana Maeda, maupun kepada elite Indonesia yang dipekerjakan Jepang seperti Ahmad Subardjo, Sukarno atau Hatta. Setelah 1950, banyak pejabat Republik Indonesia yang mulai tinggal di daerah tersebut.
Sampai saat ini kawasan ini termasuk dengan harga tanah tertinggi di DKI Jakarta, dan masih mempertahankan diri sebagai kawasan elite Jakarta.
(pmt/pmt)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bikin Kaget, Harga Rumah Termahal di RI Ini Rp 450 Miliar