Shell Tak Bisa Hengkang dari RI, Masela Belum Laku Dijual!

Jakarta, CNBC Indonesia - Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell) anak usaha Royal Dutch Shell terpaksa tetap harus bertahan di Blok Masela. Upaya perusahaan migas asal Belanda hengkang dari Indonesia belum bisa terlaksana lantaran terbentur belum lakunya divestasi saham yang belum laku ia jual.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto membenarkan bahwa divestasi Shell sebesar 35% di Blok Masela masih belum terlaksana.
"Dan selama Shell belum melakukan divestasi, maka Shell masih menjadi member konsorsium di lapangan abadi Blok Masela. Sekarang kita diskusikan dengan Inepx mengenai tindak lanjut dari proyek Blok Masela ini," terang Dwi saat Konfrensi Pers Capaian Kinerja Hulu Migas pada, Senin (17/1/2022).
Meski Shell belum bisa hengkang dari RI, pengerjaan survei di Blok Masela masih terus berjalan. Ia meminta supaya operator yang ada di Blok Masela ini tetap menjaga kinerja. Dalam hal Blok Masela ini yang bertindak sebagai operator adalah Shell dengan saham 35% dan Inpex 65%.
"Kita masih menekankan terus agar operator menjalankan apa yang sudah ada di Plant of Development (PoD). Shell tetap akan berada di sana sesuai kewajibannya, karena divestasi yang ditargetkan akhir tahun 2021 tidak terlaksana," ungkap Dwi.
Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman kepada CNBC Indonesia membeberkan, Shell masih kesulitasn mencari investor untuk membeli divestasi saham 35% di Blok Masela itu. "Asetnya dianggap tidak kompetitif, karena adanya syarat green energy sekarang ini," terang Fatar kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/12/2021).
Fatar Yani membaca bahwa sebagai syarat green energy rencana pengembangan atau Plant of Development (PoD) di Blok Masela harus memasukan fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau akrab disapa CCUS.
"Kalau kita baca secara tidak langsung kan menjadi syarat," terang Fatar Yani
Sayangnya Fatar tidak menjelaskan detil aset-aset apa saja yang dianggap tidak kompetitif dan tidak masuk kriteria green energy. Namun, kata dia, selain aset Liquifed Natural Gas (LNG) yang rencananya akan dibangun di on shore atau darat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku itu katanya juga tidak kompetitif.
"Inpex juga melihat LNG ke depannya tidak kompetitif. Jadi produk LNG-nya juga mesti green. Makanya mereka mengajukan CCS/CCUS itu untuk revisi PoD," ungkap Fatar Yani.
Seperti diketahui sebelumnya, Shell memang memiliki rencana untuk hengkang dari Blok Masela ini. Alasannya lebih kepada investasi di Indonesia kurang menguntungkan ketimbang melihat dari global portfolio Shell di seluruh dunia yang lebih menguntungkan.
Saat ini Shell adalah pemilik hak partisipasi di Blok Masela sebesar 35%. Sisanya 65% dimiliki oleh Inpex Masela. Lapangan Abadi ini memiliki nilai investasi senilai US$ 19,8 miliar, yang ditargetkan memproduksi sebanyak 1.600 juta kaki kubik per hari (mmscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 mmscfd serta 35.000 barel minyak per hari.
Adapun Proyek ini diharapkan bisa beroperasi pada kuartal kedua 2027. Apakah proyek ini bisa sesuai target?
[Gambas:Video CNBC]
Ini Kata Bos Inpex Soal Produksi LNG Masela
(pgr/pgr)