Kena Getahnya Mulu, Separah Apa AS & China Ancam Ekonomi RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap kali ada perubahan kebijakan atau gejolak di negara besar seperti Amerika serikat (AS) dan China, Indonesia selalu kena getahnya. Tidak hanya dalam kondisi mereka yang sedang memburuk, bahkan ketika bagus sekalipun.
AS contohnya. Ekonominya pulih lebih cepat, pasca krisis akibat pandemi covid-2019 sejak 2020 silam. Inflasi juga melonjak drastis. Kondisi ini membuat AS putar balik kebijakan pelonggaran moneter yang selama ini dijalankan.
Bahkan tak tanggung-tanggung, Bank Sentral AS The Fed berencana menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini sebanyak tiga kali. Lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya, sekalipun oleh para pelaku pasar.
"Ini harus diwaspadai, tetap harus ada antisipasi kebijakan oleh regulator," ungkap Ekonom Bank BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/1/2022)
Kebijakan AS bisa membuat aliran dana keluar (outflow) dari Indonesia. Berkaca dari 2013 silam, ketika tapering juga dilakukan AS, kondisi ini terjadi masif dan membuat nilai tukar rupiah terperosok jauh.
Beruntung, kata David situasi fundamental ekonomi Indonesia kini lebih baik. Antara lain surplus pada transaksi berjalan dan cadangan devisa yang tinggi. Juga pada sisi fiskal yang kuat seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi.
"Jadi kalau ada gejolak, kita lebih siap buat menanganinya," imbuhnya.
Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menambahkan, kelebihan Indonesia kali ini adalah kecilnya porsi asing pada surat berharga negara (SBN). Kalau sebelumnya di atas 30%, maka sekarang kepemilikan asing hanya 19%.
Sehingga Enrico memperkirakan, sekalipun rupiah melemah, mungkin akan menembus level 14.500 per dolar AS. Tapi pelemahannya tidak akan terlalu dalam.
"Artinya ini bukan sesuatu yang buruk," kata Enrico dalam program CNBC Indonesia TV.
Sementara itu, China alami cerita berbeda. Ekonomi negara tirai bambu tersebut terus merosot dari yang diperkirakan. Ditambah lagi ada persoalan kejatuhan properti, krisis rantai pasok dan penyebaran omicron yang memaksa beberapa kota di China alami penguncian sementara alias lockdown.
Sebagai mitra dagang utama Indonesia, kondisi China bisa berdampak serius terhadap perekonomian Indonesia. Khususnya dari sisi ekspor.
Ekonom Core Piter Abdullah kepada CNBC Indonesia menyatakan sederet hal positif akan membantu pemulihan ekonomi Indonesia, seperti tingginya harga komoditas Internasional. Sehingga kondisi China tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
"Shifting policy-nya China tidak akan banyak berpengaruh terhadap permintaan barang-barang Indonesia," kata Piter.
(mij/mij)