Waduh! Pengusaha Listrik Swasta Akui Stok Batu Bara Kritis

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 January 2022 14:40
APLSI: Pasokan Batu Bara ke Pembangkit Terhambta Cuaca & Pengiriman   (CNBC Indonesia TV)
Foto: APLSI: Pasokan Batu Bara ke Pembangkit Terhambta Cuaca & Pengiriman (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Produsen Swasta Indonesia (APLSI) mengungkapkan pada periode Desember 2021 dan Januari 2022, beberapa anggotanya melaporkan telah mengalami kekurangan pasokan batu bara.

Ketua APLSI Arthur Simatupang menjelaskan, pasokan batu bara idealnya untuk dipasok 15 - 20 hari. "Kemarin sempat ada anggota yang di bawah 5 hari, memang tidak terlalu banyak. Rata-rata di Jawa dan Sulawesi Selatan itu sekitar 10 hari," jelas Arthur dalam Energy Corner, CNBC Indonesia, Senin (10/1/2022).

APLSI pun, kata Arthur telah berkoordinasi dengan PLN dan mengungkapkan bahwa pasokan dari sisi listrik terutama di Jawa, Madura, dan Bali telah mencapai level yang kritikal.

Oleh karena itu, saat ini para anggota APLSI, kata Arthur tengah melakukan balancing antara kontrak batu bara jangka pendek dan jangka panjang.

Selain itu, menurut Arthur transisi energi memang sudah harus dibutuhkan, sehingga ketergantungan batu bara bisa berkurang ke depannya.

Pasalnya saat ini, kapasitas PLTU batu bara sebesar 50%. Sementara dari produksi listrik sebanyak dua pertiga didatangkan dari sumber energi berbasis batu bara.

"Jadi ketergantungan listrik batu bara besar, dan saya lihat pemerintah sangat serius melakukan review jangka pendek dan jangka panjang," tuturnya.

"Menurut saya, ada pentingnya interkoneksi antar sistem karena yang terjadi itu banyak potensi pemadaman di Jamali. Karena Sumatra itu penghasil batubara terbesar, terutama dari PLTU tambang," kata Arthur melanjutkan.

Adapun berdasarkan catatan APLSI, saat ini kebutuhan batu bara di sektor swasta per tahun mencapai 51 juta ton atau sekira 2,4 juta per bulan. Sementara kebutuhan PLN untuk batu bara lebih besar, karena kapasitas terpasang 17,5 Giga Watt. Jika diterjemahkan, PLN membutuhkan pasokan batu bara 68 juta ton per tahun atau 5,7 juta ton per bulan.

"Jadi kalau ditotal-total kebutuhan batu bara untuk kebutuhan listrik di dalam negeri sekitar 11 juta ton per bulan, itu belum dengan kebutuhan untuk pembangkit untuk industri yang bersifat captive," jelasnya.

Untuk menghindari krisis batu bara ke pembangkit listrik, Ahli Energi Kelistrikan sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyarankan supaya pemberlakuaan kewajiban pasok batu bara ke pembangkit listrik harus berbeda, baik dari perusahaan tambang yang masuk ke dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP).

PKP2B merupakan perusahaan-perusahaan pertambangan yang produksi batu baranya mencapai puluhan juta ton. Sementara IUP biasanya hanya mencapai jutaan ton saja.

"Mungkin saran saya mekanisme kewajiban pasok diberikan kepada PKP2B. dan IUP dicari mekanisme lain dan tetap dicarikan DMO 25%," terang Fabby dalam Energy Corner, CNBC Indonesia, Senin (10/1/2022).

Untuk PKP2B, saran Fabby, bisa saja memasok batu bara sebesar 25% dengan harga yang juga dipatok US$ 70 per ton, namun juga ada kewajiban pasokan tambahan 10% - 15% dengan harga yang disesuaikan dengan harga pasar. "Ini membuat pasokan batu bara lebih aman," terang Fabby.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Jokowi, Ini Usulan Pengusaha Swasta Amankan Batu Bara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular