Fase Kritis Batu Bara Domestik Terlalui, Benarkah?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 January 2022 12:50
Krisis Batu Bara, Pasokan Listrik Aman? (CNBC Indonesia TV)
Foto: Krisis Batu Bara, Pasokan Listrik Aman? (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) sampai pada 5 Januari 2022 telah mengantongi sebanyak 13,9 juta ton batu bara untuk kebutuhan pasokan listrik miliknya. Dengan angka segitu, publik menilai bahwa fase kritis batu bara domestik sewajarnya sudah bisa terlalui.

Ahli Energi Kelistrikan sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyampaikan, batas aman kebutuhan batu bara untuk kelistrikan adalah 20 hari.

Dengan adanya kepastian suplai batu bara dari berbagai pihak yang mencapai 7 juta ton saja, artinya krisis listrik selama satu bulan ini bisa terlalui.

"PLN minggu lalu dan disampaikan bahwa Kementerian ESDM sudah terpasok lebih dari 7 juta ton. Seharusnya pasokan sampai akhir bulan ini aman. Hanya proses pemasokannnya ini yang memang membutuhkan waktu dan tidak bisa langsung dipenuhi," terang Fabby dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (10/1/2022).

Memang, PLN sudah mendapatkan kepastian pasokan batu bara. Namun, kata Fabby, yang terpetnig dari kepastian itu adalah proses pengiriman batu bara ke pembangkit-pembangkit milik PLN.

"Proses ini cukup panjang, mulai dari mining, kapal, kemudian di kirimkan ke masing-masing pembangkit, ada bongkar muat 3-5 hari tergantung ukuran kapal," ungkap dia.

Sementara itu ada juga persoalan cuaca yang harus diperhatikan yang membuat pasokan batu bara ke pembangkit mengalami kendala. "Jadi memang bukan hanya kepastian produksi tapi juga logistik, sekarang ini faktor infrastruktur dan cuaca menjadi penting untuk memastikan suplai pasokan batu bara secara tepat waktu," terang dia.

Dalam hal ini, Fabby menilai, bahwa pemerintah harus memberikan solusi permanen agar krisis batu bara untuk pembangkit tidak terjadi lagi. Ia menyarankan, pemberlakuan kewajiban pasok batu bara ke pembangkit listrik harus berbeda, baik dari perusahaan tambang yang masuk ke dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP).

PKP2B merupakan perusahaan-perusahaan pertambangan yang produksi batu baranya mencapai puluhan juta ton. Sementara IUP biasanya hanya mencapai jutaan ton saja.

"Mungkin saran saya mekanisme kewajiban pasok diberikan kepada PKP2B. dan IUP dicari mekanisme lain dan tetap dicarikan DMO 25%," terang Fabby dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (10/1/2022).

Untuk PKP2B, saran Fabby, bisa saja memasok batu bara sebesar 25% dengan harga yang juga dipatok US$ 70 per ton, namun juga ada kewajiban pasokan tambahan 10% - 15% dengan harga yang disesuaikan dengan harga pasar. "Ini membuat pasokan batu bara lebih aman," terang Fabby.

Bersamaan dengan itu, Arthur Simatupang Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Listrik Swasta Indonesia (APLSI) berharap, adanya kepastian hukum unutk kontrak-kontrak jangka panjang. Misalnya PLTU milik Independent Power Producer (IPP) memiliki kontrak jangka panjang. dengan PT PLN untuk menyediakan listrik ke PLN dan PLN memiliki mandat menyediakan listrik ke konsumen dan industri.

"Dalam hal ini PLTU sumber batu bara butuh balancing matang dan punya kontrak pasokan batubara untuk 3-6 bulan dan punya kontrak multiyears," terang Arthur dalam Squawx Box, CNBC Indonesia, Senin (10/1/2022).


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article ESDM: Keran Ekspor Batu Bara Dibuka Tunggu 'Lampu Hijau' PLN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular