Over Supply, Waspada Makin Banyak 'Apartemen Hantu'

Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 06/01/2022 09:55 WIB
Foto: Fenomena 'Apartemen Hantu' Bermunculan, Apa Penyebabnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Anjloknya okupansi apartemen sewa memicu fenomena apartemen hantu di Jakarta. Riset menunjukkan, rata-rata okupansi apartemen sewa di Jakarta hanya sekitar 45%, artinya 50% lebih kosong.

Menurut riset Colliers Indonesia, okupansi apartemen sewa di Jakarta tahun 2021 berada di level terendah 5 tahun.

Tren penurunan tingkat hunian apartemen sewa dipicu pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas manusia. Padahal, pasar utama apartemen sewa di Jakarta adalah ekspatriat. Akibat pandemi Covid-19, jumlah ekspatriat yang masuk Indonesia berkurang drastis. Sebagian lagi, ekspatriat tersebut juga kembali ke negaranya.


"Jadi, penyewa apartemen servis ini biasanya dari ekspatriat. Mungkin bujet berkurang dari korporasinya. Jadi, yang bisanya masing-masing perusahaan ada jatah apartemen lokal kelas manajerial ini sudah tidak aktif lagi," kata Senior Associate Director Research Colliers Indonesia Ferry Salanto kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (6/1/2022).

Pembatasan aktivitas dan mobilitas manusia akibat pandemi Covid-19 menyebabkan maraknya pembatalan sewa. Sementara, saat ini, Covid-19 terus berkembang dengan munculnya varian-varian baru dengan transmisi lokal maupun lintas negara. Terbaru, Indonesia harus membatasi arus masuk warga negara asing akibat penyebaran varian Omicron Covid-19.

Di sisi lain, sejumlah proyek pembangunan apartemen service masih tetap berjalan. Proyek-proyek ini sebelumnya tertunda akibat lonjakan kasus Covid-19. Tentu saja, ini akan semakin memperparah situasi, terjadinya over supply.

Padahal, pasar apartemen sewa di Jakarta pun masih terbatas. Menurut Ferry, okupansi apartemen servis terbagi menjadi dua, wilayah central business district (CBD) Jakarta dan luar daerah CBD. Saat ini yang banyak mengalami penurunan berasal dari luar CBD.

Director Advisory Sales Colliers Indonesia Monica Koesnovagril mengatakan, apartemen servis di CBD masih lebih tinggi ketimbang non CBD.

"Jika kita refer serviced apartment non-CBD, umumnya berlaku di Jaksel. Jadi okupansi paling tinggi di CBD, disusul Jakarta Selatan dan terakhir di luar area ini," kata Monica, belum lama ini.

Tak hanya minim okupansi, pandemi Covid-19 juga menyebabkan harga apartemen mewah di pasar seken maupun baru anjlok selama masa pandemi karena sulit terjual. Banyak pemilik apartemen yang menjual unitnya dengan harga murah karena peminat sewa apartemen yang lagi drop parah.

"Rumah sangat digemari karena platform didominasi oleh pengunjung yang telah memasuki fase kehidupan berkeluarga awal yang mencari hunian pertama mereka. Memiliki rumah pertama yang menapak ke tanah dirasa dapat mendatangkan rasa stabilitas akan investasi pertama tersebut," tulis Lamudi dalam laporannya dikutip Kamis (9/12).Meski, pengamat properti Panangian Simanungkalit mengatakan, kondisi itu belum menunjukkan terjadinya crash di pasar.
Survei Lamudi.co.id tentang Tren Pasar Properti semester pertama 2021 menunjukkan, peminat apartemen lebih rendah dibandingkan peminat rumah tapak. Tipe properti yang paling dicari pada Juni 2020 - Juni 2021 menempatkan rumah tapak di urutan pertama dengan porsi 87,9%, sedangkan apartemen di posisi kedua dengan 6,3%.

Secara terpisah, Managing Director Strategic Business & Services Sinar Mas Land Alim Gunadi menyebutkan, permintaan apartemen lesu sudah terjadi sebelum masa pandemi akibat over supply.

Ditambah, pemasaran apartemen lebih berat karena tidak hanya harus berkompetisi dengan pasar primary atau yang baru. Namun juga bersaing dengan pasar secondary.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Covid-19 Kian Dianggap Biasa, Masyarakat Diminta Tetap Waspada