PR Besar Xi Jinping di 2022: Buat Warganya Doyan Belanja!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
31 December 2021 13:40
Infografis/ Xi Junping lagi Pening, 6 Krisis Serang China Bersamaan/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/ Xi Junping lagi Pening, 6 Krisis Serang China Bersamaan/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Lemahnya konsumsi masyarakat membuat ekonomi China terperosok sejak pandemi. Seperti diketahui, sektor konsumsi merupakan sektor yang paling dipertaruhkan untuk menggerakkan roda perekonomian.

Para petinggi di China memperingatkan pada Economy Outlook bulan ini bahwa pertumbuhan ekonomi menghadapi tekanan tiga kali lipat, mulai dari menurunnya permintaan, disrupsi pasokan, dan melemahnya keyakinan konsumen.

"Masalah inti dari tekanan kali lipat ini masih melemahnya permintaan atau permintaan yang tidak mencukupi," ujar Kepala Ekonom Zhongyuan Bank, Wang Jun, seperti dikutip dari CNBC International, Jumat (31/12/2021).

Selain itu, kata Jun, alasan utama pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipertahankan, tercermin dari melemahnya permintaan, khususnya dampak negatif pandemi terhadap pendapatan masyarakat.

Juga ditunjukkan dari sisi hambatan belanja pemerintah daerah untuk proyek infrastruktur dan peraturan tentang bisnis pendidikan yang juga berdampak terhadap para pekerjanya.

Tekanan ketiga yakni dari disrupsi pasokan, terutama terkait dengan pandemi dan langkah-langkah yang terlalu drastis untuk mengurangi emisi karbon, yang sudah mulai berjalan.

Upaya karantina wilayah atau lockdown juga telah menyebabkan rantai pasokan global mengalami gangguan, termasuk defisit atau kurangnya komponen penting seperti semikonduktor alat-alat mesin.

Ketidakpastian yang terjadi tersebut mengenai pekerjaan dan pendapatan mengurangi keinginan orang untuk berbelanja. Kebijakan yang ketat terhadap ketergantungan pengembang real estat pada utang juga mempengaruhi persepsi masyarakat.

"Bagaimana konsumsi pulih tahun depan akan memiliki dampak yang sangat besar pada ekonomi," jelas Kepala Ekonom Perusahaan JD.com, Jianguang Shen.

Menurut Shen otoritas di China dapat meningkatkan konsumsi dengan menjadikan kebijakan Hong Kong sebagai contoh, salah satunya yakni menawarkan voucher.

Adanya voucher tersebut memaksa orang untuk membelanjakan pada bisnis tertentu seperti hotel yang dilakukan secara berjenjang, di mana tidak akan memberikan voucher berikutnya hingga voucher pertama habis masa berlakunya, atau sudah digunakan.

Seperti diketahui, penjualan Hong Kong mengalami kontraksi pada 2019-2020, bahkan terjadi sebelum pandemi menutup wilayah semi otonom dari turis asing dan lokal.

Pemerintah Hong Kong kemudian meluncurkan program voucher terbaru pada Agustus-Oktober tahun ini naik 8,45% dari periode yang sama tahun 2020.

Sementara itu, penjualan ritel China turun tahun lalu, meskipun ekonomi tumbuh secara keseluruhan. Perbandingan penurunan itu membantu lonjakan penjualan ritel pada Kuartal I-2021, namun laju kenaikannya melambat, terutama sejak musim panas.

Adapun penjualan ritel untuk 11 bulan pertama di tahun ini masih naik 13,7% dari periode yang sama tahun 2020.

Berdasarkan sektor, konsumen telah mengambil banyak pengeluaran mereka untuk makanan dan pakaian, dibandingkan dengan layanan seperti pendidikan dan hiburan.

Analis Goldman Sachs memperkirakan perbedaan antara barang dan jasa akan sedikit perbedaannya tahun depan. Namun, dengan proyeksi mereka yang menyatakan pertumbuhan ekonomi yang didorong dari sektor riil sebesar 7% tersebut akan tetap berada di bawah tren pra-Covid pada akhir 2022.

Hal tersebut didasarkan atas adanya hambatan dari kebijakan 'tanpa toleransi' China dalam pengendalian Covid dan penularan di sektor properti.

Banyak investor memperkirakan PDB China akan melambat hanya menjadi 4,8% tahun depan, turun dari outlook pertumbuhan tahun ini yang sebesar 7,8%.

Real Estate Butuh Pembeli

Masalah di pasar properti China yang luas menarik perhatian investor globa karena pengembang seperti Evergrande memiliki utang yang besar, hingga mengarah kepada kebangkrutan. Hal tersebut memicu kekhawatiran merembet ke sektor lainnya.

Upaya pemerintah untuk mengendalikan tingkat utang korporasi yang tinggi dan melonjaknya harga rumah telah mengakibatkan kondisi pembiayaan yang lebih ketat untuk para pengembang dan penurunan penjualan.

"Di sektor properti menimbulkan angin sakal (headwind) pada pertumbuhan 2022," jelas Kepala Ekonom China Macquarie, Larry Hu dalam laporan prospeknya.

Larry Hu memperkirakan perumahan baru dan tanah yang dijual turun lebih cepat tahun depan, dan investasi properti turun 2%, setelah diproyeksikan naik 4,8% pada tahun ini.

"Kebijakan properti harus bergeser dari pengetatan ke pelonggaran sekitar tahun depan, karena kami memperkirakan pembuat kebijakan akan mempertahankan pertumbuhan PDB 5%," jelas Hu.

"Resikonya adalah respon mereka yang terlambat, mengingat keengganan mereka dalam menggunakan properti sebagai stimulus," kata Hu melanjutkan.

Pertemuan ekonomi outlook tingkat atas China bulan ini tidak memberi sinyal banyak perubahan dalam kebijakan real estat. China mempertahankan posisinya bahwa 'rumah adalah untuk ditinggali, bukan untuk spekulasi.'

Kemungkinan akan memakan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikan masalah industri real estat, kata Wang dari Zhongyuan Bank. Namun, dia berharap pemerintah pusat perlu mengeluarkan utang dan membelanjakan lebih banyak untuk membantu pemerintah daerah mengatasi pukulan terhadap pendapatan mereka.

Tantangan bagi pembuat kebijakan adalah mengurangi tingkat utang terkait real estat sambil memastikan pasar properti tidak melambat secara drastis.

"Sentimen pasar yang lemah juga mempengaruhi penjualan rumah residensial, karena pembeli menunda pembelian untuk mengantisipasi penurunan harga lebih lanjut," kata Fitch dalam sebuah laporan pekan lalu.

"Kami memperkirakan pengurangan aktivitas konstruksi real-estate akan menajalar pada sektor-sektor terkait, seperti baja, bijih besi dan batu bara kokas, memperlambat investasi aset tetap secara keseluruhan dan bahkan membebani lembaga keuangan," jelas Fitch.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular