2021 in Review

RI Warning 'Kiamat' Batu Bara, Ini Tanda-Tandanya

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Selasa, 28/12/2021 13:45 WIB
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target ambisius untuk mencapai target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Salah satu upaya yang bakal gencar dilakukan untuk mencapai target tersebut yaitu dengan memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara dan menggencarkan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).

Batu bara merupakan sasaran komoditas utama yang akan 'kiamat' terlebih dahulu karena dianggap sebagai sumber energi kotor dan penghasil emisi karbon terbesar.

Untuk mendukung rencana ini, pemerintah pun memutuskan untuk tidak lagi menyetujui pembangunan PLTU baru, kecuali sudah dalam tahap kepastian pendanaan (financial close) dan juga proses konstruksi. Hal ini telah dimasukkan ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL 2021-2030).


Sebagai penggantinya, di dalam RUPTL 2021-2030 ini ditentukan bahwa tambahan porsi pembangkit listrik berbasis EBT hingga 2030 ini mencapai 20,9 Giga Watt atau sekitar 51,6% dari total tambahan pembangkit listrik yang akan dibangun hingga 2030 sebesar 40,6 GW.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah menyusun peta jalan menuju netral karbon, termasuk memensiunkan PLTU secara bertahap. Setidaknya 5,5 GW-9,2 GW PLTU batu bara direncanakan akan disetop hingga 2030 mendatang. Berikut tahapannya:

1. Tahun 2021 - 2025:
- 2021 : Peraturan Presiden (Perpres) EBT, Perpres Retirement Coal, co-firing PLTU, CCT, Konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke gas dan EBT.
- 2022 : Undang-Undang EBT, kompor listrik 2 juta rumah tangga per tahun
- 2024 : Interkoneksi, smart grid & smart meter
- 2025 : EBT 23% didominasi PLTS:
* Rasio Elektrifikasi 100%
* Listrik 1.217 kWh/kapita
* Pumped storage mulai COD
* Penurunan emisi 198 juta ton CO2

2. Tahun 2026 - 2030
- 2027 : Penurunan impor LPG secara bertahap
- 2030 : EBT 26,5% didominasi Hidro, Panas Bumi, dan PLTS
* Tidak ada penambahan pembangkit listrik berbasis fosil pasca 2030
* Kendaraan listrik (EV) 2 juta mobil dan 13 juta motor
* Bahan Bakar Gas (BBG) 300 ribu
* Jargas untuk 10 juta rumah
* Pemanfaatan Dimethyl Ether (DME)
* Listrik 1.548 kWh/kapita
* Penurunan emisi 314 juta ton CO2

3. Tahun 2031 - 2035
- 2031 : Retirement PLTU tahap pertama subcritical, interkoneksi antarpulau mulai COD
* Tidak ada PLTD lagi
* Mulai pemanfaatan Hidrogen untuk listrik
* Penggunaan baterai semakin besar

- 2035 : EBT 57% dominasi PLTS, Hidro, panas bumi
* Listrik 2.085 kWh/kapita
* Penurunan emisi 475 juta ton CO2

4. Tahun 2036 - 2040
- 2036 : Retirement PLTU tahap kedua subcritical, critical, & sebagian super critical
- EBT 66% dominasi PLTS, Hidro & Bioenergi
* Penurunan penjualan motor konvensional
* Lampu LED 70%
* Listrik 2.847 kWh/kapita
* Penurunan emisi 796 juta ton CO2

5. Tahun 2041 - 2050
- 2048 : PLTAL skala besar mulai COD
- 2049 : PLTN pertama mulai COD
- 2050 : EBT 93% didominasi PLTS, Hidro, dan Bioenergi
* Penurunan penjualan mobil konvensional
* Listrik 4.299 kWh/kapita
* Penurunan emisi 956 juta ton CO2

6. Tahun 2051 - 2060
- 2051 : Pemanfaatan Hidrogen semakin masif
- 2054 : Sisa PLTGU < 1 GW
- 2057 : Sisa PLTU < 1 GW
- 2060 : EBT 100%, dominasi PLTS, Hidro, dan Angin
* Seluruh motor berbasis listrik
* Kompor listrik 52 juta RT
* Jargas 23 juta SR
* Listrik 5.308 kWh/kapita
* Penurunan emisi 1.526 juta ton CO2.

Bagaimana dengan rencana PLN? Simak di halaman berikutnya..


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PLTU Bertambah, Energi Terbarukan Tetap Jadi Prioritas

Pages