
Operasional PLTU Batu Bara RI Akan Mati Total di 2056

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) membeberkan bahwa operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara di Indonesia akan berakhir pada 2056 mendatang. Hal itu sejalan dengan target netral emisi karbon (net zero emissions/ NZE) Indonesia yang diharapkan bisa tercapai pada tahun 2060.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Suroso Isnandar mengatakan, sesuai dengan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA) yang ada saat ini, seluruh operasional PLTU batu bara dalam negeri diperhitungkan sudah selesai masa operasinya pada tahun 2056 mendatang.
"Kita komitmen agar PLTU itu secara natural pension, tapi tidak akan dibangun lagi. PPA kita yang terkini akan berakhir pada tahun 2056. Sehingga harapannya pada tahun 2060 kita sudah dapat menekan zero emission," beber Suroso dalam acara Launching Electricity Connect 2025, di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Tak ayal, sektor ketenagalistrikan menjadi penyumbang terbesar bahkan hingga 45% emisi karbon di Indonesia. Penghentian operasi PLTU batu bara di dalam negeri juga dinilai menjadi upaya perusahaan dalam program dekarbonisasi.
"Kalau kita biarkan begitu saja menggunakan business as usual, dengan grafik yang ke atas itu, maka pada tahun 2060 emisi kita lebih dari 1 miliar ton CO2 per tahun. Ini bukan lagi climate crisis, tapi sudah menjadi climate tragedy," tambahnya.
Untuk menggantikan peran PLTU batu bara, Indonesia mulai saat ini memanfaatkan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Upaya tersebut juga sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Asal tahu saja, dalam RUPTL 2025-2034 tercatat rencana total penambahan kapasitas pembangkit listrik baru sebesar 69,5 Giga Watt (GW) sampai 2034, sebesar 42,6 GW atau 61% akan berasal dari pembangkit listrik berbasis EBT, dan 10,3 GW atau 15% dari sistem penyimpanan (storage).
Adapun, dari seluruh jenis pembangkit EBT, sumber energi surya memiliki porsi yang cukup besar yakni 17,1 GW. Kemudian, disusul oleh Air sebesar 11,7 GW, Angin sebesar 7,2 GW, Panas bumi sebesar 5,2 GW, Bioenergi sebesar 0,9 GW, dan Nuklir sebesar 0,5 GW.
Sementara itu, untuk kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Kemudian, untuk pembangkit fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Ada Pensiun Dini PLTU, PLN Beberkan Jurus Tekan Konsumsi Batu Bara
