Menteri Era Soeharto Ramal, Bauran EBT Sulit Capai Target!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertambangan dan Energi (periode 1978-1988), Subroto pesimistis cita-cita Indonesia dalam bauran energi baru terbarukan pada 2050 bisa tercapai.
Untuk mencapai transisi energi menuju net zero emission atau netral karbon di tahun 2060 itu, kata Subroto, dibutuhkan diskusi bersama antar negara. Pasalnya banyak di antara negara dan otoritas memiliki tujuan yang sama, namun memiliki cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuannya.
"Sekarang masalah tujuan transisi pindah dari fosil ke energi baru terbarukan banyak sekali lembaga-lembaga yang memikirkan. Tapi, tujuannya, caranya sangat tidak sama," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/12/2021).
"Oleh karena itu perlu adanya diskusi, pembicaraan dari lembaga-lembaga itu bagaimana menyatukan effort, kemauan, dan usaha bersama dengan pemerintah menuju energi baru terbarukan," kata Subroto melanjutkan.
Subroto bahkan berpandangan transisi menuju bauran energi 23% pada 2025 diperkirakan akan sulit tercapai, mengingat saat ini baruan energi bersih di Indonesia baru terealisasi 11%.
Oleh karena itu, cita-cita menuju energi baru terbarukan pada 2050 kemungkinan, menurut Subroto juga tidak akan tercapai.
"Jadi, gambaran keinginannya bahwa pada 2050 itu kita sudah seluruhnya pindah dari fosil itu mungkin terjadi di luar negeri. Tapi, di Indonesia masih membutuhkan minyak, gas, dan batu bara untuk periode memenuhi energi, itu yang perlu kita ketahui," jelas Subroto.
Untuk diketahui dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 pemerintah menargetkan untuk mencapai bauran energi baru terbarukan (EBT) 23% pada 2025.
Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) di Paris Agreement, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk bisa menurunkan emisi karbon sebesar 29% secara mandiri dan 41% dengan bantuan internasional pada 2030 mendatang.
Pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah optimistis bahwa energi karbon netral atau net zero emission bisa terwujud.
[Gambas:Video CNBC]
'Kiamat' Batu Bara Masih Lama, Konsumsi di 2050 Masih 40%
(pgr/pgr)