Mafia Pelabuhan Ramai Lagi, Begini Faktanya

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
21 December 2021 18:45
Pekerja melakukan pendataan bongkar muat kontainer peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid - 19 dinilai lebih cepat dari yang diekspektasi banyak pihak. Sehingga produksi dan perdagangan melonjak signifikan yang membuat ketidakseimbangan pasar, yang berimbas pada kekurangan bahan baku dan kelangkaan kontainer.. (CNBC Indonesia/ Muhammad Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus ada penyelewengan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sehingga menerbitkan surat penyelidikan dengan masalah 'mafia pelabuhan' yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menjelaskan maksud dari mafia pelabuhan itu bukan berarti ada mafia di pelabuhan, melainkan orang yang ada di dalamnya. Biasanya praktek ini terjadi juga di luar pelabuhan.

"Istilahnya memang kurang tepat bukan berarti ini Pelindo Mafia, melainkan orang yang ngurus barang. Di dalamnya itu ada aparat negara itu pasti, biasanya itu terjadi di luar pelabuhan seperti Depo petikemas hingga kantor Bea Cukai," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/12/2021).

"Sehingga istilahnya lebih tepat itu 'mafia logistik', tambahnya.

Sementara Pelindo tidak bisa menjangkau ke sana karena ranah itu merupakan ranah bisnis depo peti kemas. Pengaturan makin sulit karena dalam bisnis depo peti kemas melibatkan banyak elemen seperti Kementerian Perdagangan, bea Cukai, hingga pelaku bisnis swasta.

Kejadian yang diusut oleh Kejaksaan tinggi itu terkait impor bahan baku garmen yang seharusnya tidak boleh dijual dalam negeri, melainkan harus diekspor kembali dalam bentuk barang olahan.

Hal ini juga sering terjadi di kawasan Pusat Logistik berikat. Yang biasanya menjadi tempat masuknya bahan modal tapi malah di jual dalam negeri.

"Seperti di Batam kasusnya itu baja impor untuk bikin kapal, tapi malah di jual baja impor itu," jelasnya.

Selain itu Siswanto juga melihat permasalahan 'mafia logistik' ini sangat pelik dan sulit untuk diselesaikan, karena menambah ongkos logistik. Padahal cita-cita pemerintah mau menekan biaya ini.

"Seperti entry dokumen itu seharusnya Rp 0, tapi kalau mau cepat dibantu oknum perusahaan forwarder dan dikenakan biaya tambahan. Kalau tidak pakai jasa itu bisa gak selesai. Jadi kita ini semua ekonomi rente. Semua ambil rentenya itu. Dan itu nanti dibayarkan ke pembeli barang," jelasnya.

Siswanto juga pesimis dengan penerapan sistem logistik baru yang diterapkan seperti National Logistic Ecosystem (NLE) sulit berjalan jika di lapangan untuk pengurusan dokumen masih dipungut uang.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular