
Mafia Pelabuhan Ramai Lagi, Begini Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus ada penyelewengan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sehingga menerbitkan surat penyelidikan dengan masalah 'mafia pelabuhan' yang memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menjelaskan maksud dari mafia pelabuhan itu bukan berarti ada mafia di pelabuhan, melainkan orang yang ada di dalamnya. Biasanya praktek ini terjadi juga di luar pelabuhan.
"Istilahnya memang kurang tepat bukan berarti ini Pelindo Mafia, melainkan orang yang ngurus barang. Di dalamnya itu ada aparat negara itu pasti, biasanya itu terjadi di luar pelabuhan seperti Depo petikemas hingga kantor Bea Cukai," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/12/2021).
"Sehingga istilahnya lebih tepat itu 'mafia logistik', tambahnya.
Pilihan Redaksi |
Sementara Pelindo tidak bisa menjangkau ke sana karena ranah itu merupakan ranah bisnis depo peti kemas. Pengaturan makin sulit karena dalam bisnis depo peti kemas melibatkan banyak elemen seperti Kementerian Perdagangan, bea Cukai, hingga pelaku bisnis swasta.
Kejadian yang diusut oleh Kejaksaan tinggi itu terkait impor bahan baku garmen yang seharusnya tidak boleh dijual dalam negeri, melainkan harus diekspor kembali dalam bentuk barang olahan.
Hal ini juga sering terjadi di kawasan Pusat Logistik berikat. Yang biasanya menjadi tempat masuknya bahan modal tapi malah di jual dalam negeri.
"Seperti di Batam kasusnya itu baja impor untuk bikin kapal, tapi malah di jual baja impor itu," jelasnya.
Selain itu Siswanto juga melihat permasalahan 'mafia logistik' ini sangat pelik dan sulit untuk diselesaikan, karena menambah ongkos logistik. Padahal cita-cita pemerintah mau menekan biaya ini.
"Seperti entry dokumen itu seharusnya Rp 0, tapi kalau mau cepat dibantu oknum perusahaan forwarder dan dikenakan biaya tambahan. Kalau tidak pakai jasa itu bisa gak selesai. Jadi kita ini semua ekonomi rente. Semua ambil rentenya itu. Dan itu nanti dibayarkan ke pembeli barang," jelasnya.
Siswanto juga pesimis dengan penerapan sistem logistik baru yang diterapkan seperti National Logistic Ecosystem (NLE) sulit berjalan jika di lapangan untuk pengurusan dokumen masih dipungut uang.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]