
Heboh 'Kiamat' Bensin Premium di 2022, Tunggu Restu Jokowi?

Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penyerapan bensin Premium selama Januari hingga November 2021 sebesar 3,41 juta kilo liter (kl) atau hanya sekitar 34,15% dari kuota Premium pada tahun ini sebesar 10 juta kl.
Adapun proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan hanya bertambah sekitar 248 kl. Dengan demikian proyeksi konsumsi bensin Premium oleh masyarakat sepanjang tahun ini juga diproyeksi hanya sekitar 34,15% dari kuota 10 juta kl tahun ini.
Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terlihat penyerapan BBM RON 88 atau Premium sejak 2015 oleh masyarakat terus menurun dibandingkan 2014 dan tahun-tahun sebelumnya.
Berikut data penyerapan BBM Premium per tahun:
2014: 29.707.002 kilo liter (kl).
2015: 28.107.022 kl.
2016: 21.679.698 kl.
2017: 12.492.553 kl.
2018: 10.754.461 kl.
2019: 11.685.293 kl.
2020: 8.640.647 kl.
2021: 3.415.440 kl (estimasi sampai akhir Desember 2021).
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menilai bahwa rendahnya realisasi penyerapan bensin Premium ini bisa menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk benar-benar menghapus bensin Premium di pasaran.
Fahmy menilai, ketika konsumsi bensin Premium ini juga sudah rendah, maka resistensi dari masyarakat untuk menentang penghapusan bensin Premium ini juga menjadi rendah atau hampir tidak ada.
"Ini momentum yang tepat untuk menghapus BBM Premium. Ketika konsumennya juga tinggal sedikit, dan biaya pengadaan juga mahal, maka waktu yang tepat untuk menghapus Premium," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (20/12/2021).
Terlebih, lanjutnya, banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di beberapa daerah kini sudah tak lagi menjual bensin Premium. Masyarakat pun kini menurutnya juga sudah banyak beralih ke bensin yang lebih ramah lingkungan dan dengan nilai oktan tinggi (RON 90) yakni Pertalite.
"Banyak daerah yang juga tak lagi jual Premium dan sebagian besar masyarakat juga telah bermigrasi ke Pertalite, jadi konsumen Premium juga sudah tinggal sedikit, sehingga ini saat yang tepat hapus Premium," tuturnya.
Dia pun mengatakan, rekomendasi penghapusan Premium ini sebenarnya sudah dilontarkan sejak 2015 yang merupakan rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas alias Tim Anti Mafia Migas yang dibentuk pada era Menteri ESDM Sudirman Said.
Dia menyebut, Tim Anti Mafia Migas ini telah merekomendasikan agar pemerintah menghapus bensin Premium paling lambat dua tahun setelah rekomendasi dikeluarkan atau paling lambat di 2017. Namun sayangany sampai saat ini pemerintah juga tak kunjung melaksanakannya.
"Alasan rekomendasi penghapusan Premium karena pengadaannya rawan mafia migas, pemburu rente. Apalagi di pasar internasional kini tidak ada lagi acuan harga Premium, melainkan hanya harga preferensi untuk Pertamax atau RON 92 ke atas," paparnya.
(wia)