
Gas & Rem Masih Jadi Andalan Jokowi di 2022?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menggunakan istilah gas dan rem dalam konteks penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi. Lantas, bagaimana dengan strategi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional di tahun 2022?
"Kita lihat situasi. Kalau lihat tanjakan dan berkelok, ya pasti kita rem. Tapi kalau lurus terus ya digas saja," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Working Lunch: Outlook Ekonomi Indonesia 2022 yang disiarkan kanal Youtube PerekonomianRI, Rabu (15/12/2021).
Menurut dia, situasi Covid-19 bersifat dinamis. Tidak ada satu negarapun yang mampu memprediksi kapan Covid-19 akan benar-benar hilang.
"Oleh karena itu, yang perlu disiapkan adalah kita siap terhadap kemungkinan yang terburuk. Termasuk gelombang ketiga, termasuk terkait dengan omicron, di mana kuncinya satu, sektor kesehatan itu harus siap. Siap dalam arti dari segi rumah sakitnya, siap dari oksigennya, siap menjaga prokes masyarakat, dan siap untuk melakukan booster ketiga karena itu menjadi mekanisme untuk menahan terhadap varian berikut," kata Airlangga.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pemerintah harus mempersiapkan diri menghadapi status Covid-19 menjadi endemi. Hal itu merupakan fenomena yang lazim dalam sejarah dunia.
"Sehingga tentu kekebalan maupun vaksinasi terus disiapkan. Nah ini disiapkan melalui anggaran," ujar Airlangga.
Untuk pertumbuhan ekonomi, Ketua Umum Partai Golongan Karya itu bilang hal itu terkait dengan mobilitas. Apabila terjadi lonjakan kasus, tentu mobilitas akan ditekan dan itu bergantung kepada level vaksinasi.
"Nah kita berharap vaksinasi di kuartal I ini sudah lebih dari 80% masyarakat kita sudah tervaksinasi. Sehingga kalau sudah 80%, itu relatif ter-protect terhadap varian-varian Covid-19 sehingga kegiatan ekonomi diharapkan lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata Airlangga.
"Nah ini adalah momentum Indonesia. Kita lihat bahwa kita terbantu dengan commodity supercycle di mana harga komoditas seluruhnya tinggi apa itu batu bara, apa itu minyak, apa itu kelapa sawit, dan diperkirakan dalam 6 bulan ke depan commodity supercycle ini menjadi tetap baik sehingga dari segi ekspor kita masih punya resiliensi. Tentu bagaimana nanti semester berikutnya kita lihat," lanjutnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pandemi Covid-19 akan bergerak menjadi endemi. Apabila vaksinasi masyarakat meningkat, maka ketahanan warga terhadap varian-varian Covid-19 mengalami peningkatan pula.
"Kalau itu terjadi kita tidak akan sering-sering ngerem tadi yang disampaikan oleh pak menko dan itu artinya ekonominya bisa meningkat lebih jauh lagi. Ini karena aktivitas masyarakat mobilitasnya sudah bisa bergerak," ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
Ia mengatakan, peran APBN masih akan krusial di mana tahun depan defisit APBN ditargetkan 4,8%. Penerimaan negara pun berpotensi meningkat seiring commodity supercycle sehingga belanja negara bisa ditujukan mendukung pemulihan ekonomi.
"Ini tentu diharapkan menimbulkan confidence dari masyarakat dunia usaha maupun konsumen investasi. Dan tadi kalau dunia juga tetap akan pulih meskipun mungkin tidak sekuat seperti tahun ini karena inflasi di AS dan Eropa tinggi, mungkin kita tetap akan berharap ekspor kita akan relatif cukup tumbuh dengan robust. Ini akan mendukung pemulihan ekonomi kita bisa di atas 5% tahun depan," kata Sri Mulyani.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Barang-barang Naik Semua! Apa Aksi Nyata Jokowi?
