12 Proyek Strategis Jokowi Ini Paling Mandek & Alot Kelarnya

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
15 December 2021 15:55
Foto udara gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (5/11/2021).  Lokasi ini merupakan tempat pemilahan sampah organik dan anorganik, di komplek TPA terbesar di Nusa Tenggara Barat NTB. Dari sini, proses pengolahan sampah menjadi pelet RDF (Refuse Derived Fuel) dibuat, yang merupakan pengganti bahan bakar batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang, Lombok Barat. Sampah diproses di mesin pencacah ukuran 5-8 mm untuk berikutnya dimasukkan ke mesin pengepresan menjadi pelet RDF. Pelet akan dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dikirim ke PLTU Jeranjang. Di pembangkit listrik itu pelet dibakar melalui sistem co-firing.
Setiap hari, sekitar 300 ton sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat diantar ke TPA ini. Namun, menurut jumlah yang diolah menjadi pellet baru 100 hingga 200 kilogram. 
Kementerian PUPR memfasilitasi lahan seluas 40 are (4 ribu meter persegi) di sekitar TPA. Di bangunan tersebut, semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah menjadi pellet disediakan. 
Penelitian masih dilakukan agar sampah non-organik bisa lebih banyak diolah. Saat ini, komposisi pelet terdiri 95 persen sampah organik dan 5 persen anorganik. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Program Pembangunan Instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) yang diinisiasi dari 2019 baru terealisasi satu unit. Sisanya 11 proyek lainnya menyusul hingga 2024 bahkan 2025.

Hari Kusuma, Asisten Deputi Kerja Sama Investasi Pemerintah dan Badan Usaha pada Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengakui proyek PLTSa ini berjalan lambat.

"Bicara sampah ini PLTSa memang kalo dilihat agak sedikit lambat karena fakta di lapangan banyak hambatan dari regulasi dan sisi pembiayaan karena sepanjang 12 proyek yang sudah ditetapkan pada Peraturan Presiden sampai saat ini baru satu," jelasnya dalam Media Gathering KPPIP, Rabu (15/12/2021).

Namun pihaknya dan lembaga terkait bakal terus memonitor penyelesaian proyek ini. Ada 12 proyek yang sedang dalam monitor saat ini masih dalam tahap transaksi yang diharapkan pada 2022 mendatang sudah bisa konstruksi.

"Kita harapkan 2024 beroperasi karena dari 12 proyek ini banyak kendala terlebih dari proses KPBU yang tidak mudah," katanya.

"Untuk Tangsel muncul isu pada waktu itu penyusunan dokumen perencanaan, seperti regulasi picking, masalah lahan karena lahan terbatas," katanya.

Ketua Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo, menjelaskan isu lainnya yang menjadi masalah PLTS ini adalah picking fee-nya juga volume sampah yang di supply.

"Kalo bisa selesaikan picking fee dan volume yang dijamin secara kontinu PSEL ini akan alancar. Kualitas sampah juga penting," katanya.

Menurut Wahyu sulit dapat kualitas sampah di Indonesia yang bagus karena proses pembuangan tidak dipilah. Padahal itu meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah.

Sampai saat ini baru satu PLTSa yang beroperasi yakni di Surabaya dengan estimasi tenaga listrik mencapai 9 Mega Watt. Sisanya masih dalam tahap transaksi dan penyiapaan.

Berikut lokasinya

1. Surabaya

2. Surakarta

3. ITF Sunter, Wilayah Layanan Barat Wilayah Layanan Timur, Wilayah Layanan Selatan (DKI Jakarta)

4. Kota Tangerang

5. kota Palembang

6. Jawa Barat

7. Bali

8. Semarang

9. Makassar

10. Tangerang Selatan

11. Kota Bekasi

12. Sulawesi Utara


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Rincian 10 Tol Jokowi yang Beroperasi Pada 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular