Investasi EBT Rp 9.000 T, Peluang Bagi Industri Domestik

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 14/12/2021 18:50 WIB
Foto: PLTA Saguling (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) mencatat, butuh biaya senilai US$ 600 miliar atau Rp 9.000 triliun untuk mendukung transisi energi baru terbarukan atau mengejar zero emission carbon di tahun 2060.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo merinci, bahwa kapasitas listrik untuk memenuhi permintaan diperlukan 1.800 TWh hingga 2060 mendatang. Adapun besaran pasar listrik saat ini mencapai 250 TWh.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pasar listrik tersebut, PLN memperkirakan perlu ada tambahan pembangkit listrik sebanyak 250 GW hingga 280 GW. Dari besaran itu, sebagian besar diharapkan dapat memenuhi dari sektor energi baru terbarukan (EBT).


"Perlu pembangunan kapasitas pembangkit EBT dalam jumlah yang besar sekitar US$ 600 miliar atau setara Rp 9.000 triliun. Ini adalah kesempatan bangsa ini untuk membangun dengan kapasitas nasional," jelas Darmawan dala Rapat Kerja bersama Badan Legislatif DPR, Selasa (14/12/2021).

Sehingga diharapkan dengan adanya pembangunan pembangkit energi baru terbarukan yang bisa dicapai oleh investor domestik sekaligus menolong perekonomian negara dari pandemi Covid-19 dan mengurangi angka kemiskinan.

Diakuinya untuk mempensiunkan PLTU batu bara di dalam perusahaannya dibutuhkan biaya yang tak murah. Namun dirinya berharap energi baru terbarukan bisa bersaing secara komersial dengan energi fosil.

Darmawan pun mengaku, untuk mendukung target pemerintah mengejar net zero emission pada 2060, PLN siap untuk melakukan transisi dari energi fosil dengan energi terbarukan, salah satu caranya dengan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Di modul kami mulai muncul adalah energi nuklir. Dalam perencanaan kami akan muncul ada pembangunan energi nuklir di 2038," ujarnya.

Ramalan Dirut PLN yang baru ini tentunya lebih cepat ketimbang dari rencana operasi PLTN Kementerian ESDM yang diprediksi baru bisa berjalan pada tahun 2049.

Yang terang, kata Darmawan, dalam pengembangan pembangkit nuklir ini diperlukan adanya badan khusus untuk mengelola pembangkit nuklir itu.

"Apakah PLN siap melaksanakan itu? Kami siap melaksanakan baik teknis, komersial, bahwa energi nuklir jadi terintegrasi dari sustainbility supply energi tapi juga mengurangi emisi co2," tuturnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DPR Bicara Nasib Pembangkit Nuklir - Prospek Danantara di EBT