Wow! Ternyata Segini Kapasitas EBT Untuk Kejar Zero Karbon

Cantika Adinda Putri, Pratama Guitarra, CNBC Indonesia
14 December 2021 18:15
Direktur Utama Indonesia Power, M. Ahsin Sidqi (tengah) berbincang denga petugas di area PLTA Saguling di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, Rabu (11/11/2021). PLTA Saguling POMU berperan penting dalam sistem kelistrikan Jawa Bali. Berkapasitas 700,72 Mega Watt (MW), PLTA Saguling berkontribusi sebesar 2,5 persen dari sistem Jawa-Bali yang memiliki total kapasitas 27.700 MW. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Direktur Utama Indonesia Power, M. Ahsin Sidqi (tengah) berbincang denga petugas di area PLTA Saguling di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat, Rabu (11/11/2021). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) membeberkan jumlah pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) di tahun 2060 untuk mencapai zero emission karbon, yakni mencapai 250 Giga Watt (GW). Lalu berapa biaya pembangunannya?

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menyampaikan, bahwa berdasarkan paparan dari Kemeterian ESDM tercatat bahwa ruang untuk membangun energi baru dan terbarukan sangat besar.

Penambahan kapasitas pembangkit EBT yang harus dibangun dimulai dari tahun ini diperkirakan mencapai 250 GW hingga tahun 2060 sebagai additional capacity dibandingkan dengan yang terpasang saat ini hanya 63 GW.

"Kebutuhan biaya untuk membangun 250 GW itu dikalian 2,5 saja atau sekitar US$ 600 miliar atau Rp 9.000 triliun," ungkap Darmawan dalam Rapat Kerja bersama Badan Legislatif DPR membahas harmonisasi RUU EBT, Selasa (14/120/2021).

Oleh sebab itu, dalam harmonisasi RUU EBT ini, ia meminta supaya pembuatan kebijakan tentang energi hijau ini bisa memberikan kesempatan yang baik untuk mengatur transisi pergeseran energi fosil ke EBT dengan berjalan lancar.

Dia menyampaikan, untuk mendukung target zero emission carbon di tahun 2060, Indonesia memang perlu pembangunan kapasitas pembangkit EBT dalam jumlah yang besar dengan nilai investasi yang mencapai Rp 9.000 triliun itu.

"Ini adalah kesempatan bangsa ini utk bangun dengan membangun kapaistas nasional dan jadi bagi kekuatan inovasi sehingga US$ 600 miliar atau Rp 9.000 triliun jadi kekuatan untuk percepat pembangunan dan mengurangi kemiskinan," tandas Darmawan.

Untuk mendorong target itu, PLN bersiap melaksanakan transisi dari fosil ke energi terbarukan. Salah satunya dengan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Darmawan menambahkan, bahwa untuk mengimbangi demand pada pasokan energi baru dan terbarukan diperlukan pembangkit yang jitu.

"Di modul kami mulai muncul adalah energi nuklir. Dalam perencanaan kami akan mucul ada pembangunan energi nuklir di 2038," terangnya.

Ramalan Dirut PLN yang baru ini tentunya lebih cepat ketimbang dari rencana operasi PLTN Kementerian ESDM yang diprediksi baru bisa berjalan pada tahun 2049. Yang terang, kata Darmawan, dalam pengembangan pembangkit nuklir ini diperlukan adanya badan khusus untuk mengelola pembangkit nuklir itu. "Apakah PLN siap melaksanakan itu? Kami siap melaksanakan baik teknis, komersial, bahwa energi nuklir jadi terintegrasi dari sustainibility supply energi tapi juga mengurangi emisi co2," terang Darmawan.

Mengacu draft RUU EBT yang diterima CNBC Indonesia, pada Pasal 8 disebutkan: (1) Pemerintah Pusat membentuk badan pengawas tenaga nuklir yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

(2) Badan pengawas tenaga nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan nuklir terhadap pembangkit daya nuklir serta kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemakai PLTS Atap Tak Bisa Jual Listrik ke PLN, Ini Alasannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular