Bos Pengembang Kangen Ada Booming Properti Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tahun ini sektor properti mulai membaik setelah tahun lalu mengalami tekanan kuat. Meski untuk segmen high risk building mengalami tren yang memburuk.
Namun, pelaku usaha di sektor properti yakin kondisi saat ini terkesan mirip dengan beberapa tahun lalu, yakni di 2012/2013 kala properti booming.
"Kami punya keyakinan, saya nggak katakan properti booming, tapi kami bisa rebound. Ketika 2012-2013 booming, 2014 keterlambatan akibat kebijakan BI ketatkan KPR, 2016-2017 kontraksi akibat perlambatan, 2018 mulai bangkit dan 2019 rasakan luar biasa," kata Presiden Direktur PT Summarecon Agung TBK (SMRA) Adrianto P Adhi dalam Investime, dikutip Jumat (10/12/21).
Booming sektor properti kala itu terlihat dari tingginya permintaan, kemudian suku bunga rendah. Selain itu, harga juga terus meningkat karena tidak diikuti satu suplai yang sesuai jadi harga pun meningkat.
"Salah satu indikasi harga komoditi 2009 atau 2011 naik 2x lipat. Dari data yang saya dapat 2020 ini komoditi naik 2x lipat, ini kan indikasi. Likuiditas di masyarakat juga sangat tinggi," kata Adrianto.
Kenaikan harga komoditas terlihat misalnya dari batu bara, padahal harga normalnya ada di kisaran US$70/ton, lalu sampai melambung tinggi 3x lipat lebih ke angka hampir US$250/ton. Ketika beberapa tahun lalu properti booming, salah satu penyebabnya adalah tingginya harga komoditas.
"Saat itu banyak sekali yang punya dana karena harga komoditi tinggi jadi banyak orang dapat cuan, larinya mau kemana salah satunya properti yang paling kelihatan," sebut Direktur Coldwell Banker Commercial, Dani Indra Bhatara.
(hoi/hoi)