Punya Rintangan Segudang, 'Kiamat' Minyak RI di Depan Mata!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Selasa, 30/11/2021 14:20 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak dan gas bumi (migas) menjadi salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam penerimaan negara dan perekonomian RI. Namun sayangnya kini tren produksi migas, khususnya minyak, RI terus menurun dari tahun ke tahun. Begitu juga dengan upaya dalam mendorong produksi migas nasional, segudang masalah menanti di depan mata.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman menjabarkan sejumlah tantangan yang dialami sektor migas nasional. Dia menyebut, setidaknya ada enam tantangan yang dihadapi industri hulu migas RI.

Pertama adalah dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 lalu yang kini berubah menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas). Hingga kini, belum ada kepastian undang-undang yang mengatur kelembagaan pengatur hulu migas nasional.


Oleh karena itu, menurutnya kepastian kelembagaan pengatur hulu migas RI akan diatur dalam Revisi Undang-Undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang ditargetkan akan dituntaskan DPR pada 2022 mendatang.

"Migas ini masih menjadi backbone pendapatan negara. Migas ini adalah backbone pendapatan di luar sektor pajak. Kalau produksi nasional kita naik, pendapatan negara akan naik, kalau turun, maka pendapatan juga turun," paparnya dalam '2nd International Convention Indonesian Upstream Oil and Gas 2021', Selasa (30/11/2021).

Setelah BP Migas dibubarkan, menurutnya daya tawar dari sektor migas menjadi lemah. Kondisi ini berdampak pada penurunan minat investor untuk masuk ke industri ini.

"Jadi pasca dibubarkan BP Migas menjadi SKK Migas bargaining position industri migas lemah," ucapnya.

Masalah lain yang dihadapai sektor ini adalah produksi migas yang semakin turun. Menurutnya, perlu optimisme dalam mengejar target produksi migas RI, karena jika produksi terus turun, maka pendapatan negara juga akan turun.

"Pendapatan kita turun, berbanding dengan pengeluaran negara dari tahun ke tahun naik. Sense of urgensi kita, saya ajak teman-teman migas, kalian semua adalah pahlawan devisa," lanjutnya.

Di tengah produksi yang terus menurun, di sisi lain tidak ada penemuan cadangan baru. Padahal, industri migas nasional juga akan menghadapi tantangan global di depan mata yaitu transisi energi menuju netral karbon atau net zero emission pada 2060. Dengan target netral karbon ini, maka artinya pada saat itu datang, produksi maupun konsumsi energi fosil, termasuk migas, akan dikurangi signifikan.

Menurutnya, sebelum Indonesia mencapai netral karbon pada 2060 mendatang dan fosil semakin ditinggalkan, Maman menyarankan agar eksplorasi dan eksploitasi semakin digenjot.

"Jadi kalau ada temuan cadangan baru tahun ini, 10-15 tahun ke depan baru dipakai. Tapi hari ini gak ada (temuan)," ucapnya.

Selanjutnya, tantangan lain di sektor migas adalah banyaknya investor besar yang hengkang dari proyek migas RI, misalnya saja Shell yang berencana hengkang dari proyek Gas Masela, lalu Chevron yang berencana keluar dari proyek Gas Laut Dalam Indonesia Deep Water Development (IDD).

Menurut Maman, ini menjadi fakta yang perlu diperhatikan bersama.

"Investor pull out, Chevron gede-gede pull out. Saya sampaikan, bukan nakut-nakutin," ucapnya.

Lebih lanjut Maman menyampaikan, tantangan lain yang dihadapi adalah aturan yang berbelit-belit dan "njelimet". Namun baginya, aturan di sektor migas sudah lebih prudent.

"Yang jadi masalah urusan migas, gak hanya migas sebenarnya, yaitu terkait AMDAL dan perizinan lainnya, ini yang masih berbelit," pungkasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Siapkan Gebrakan Menuju Produksi Minyak 1 Juta Bph