Ini Ramalan Serius Soal 'Kiamat' Kontainer di RI
Jakarta, CNBC Indonesia - 'Kiamat kontainer' diperkirakan tidak akan selesai dalam waktu dekat, bahkan harga ongkos pengiriman kargo kontainer akan menemukan titik keseimbangan baru dan tidak akan kembali pada harga yang lama. Namun, masalah fundamental soal kontainer harus menjadi perhatian serius.
Selama pandemi banyak rantai pasok terkendala sehingga berdampak pada pasokan kontainer yang terbatas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Hal ini berimbas pada kenaikan biaya jasa pengiriman dengan kontainer yang menekan dunia usaha.
"Sejauh yang saya lihat ini sedang bergerak pada keseimbangan baru, artinya harga ini nggak mungkin turun," kata Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, kepada CNBC Indonesia, Senin (29/11/2021).
Siswanto menjelaskan ini adalah persoalan bisnis, meski banyak pemerintah negara melakukan langkah mitigasi namun belum juga bisa terselesaikan. Bahkan jika sudah terjadi pemulihan ekonomi global dimana permintaan barang dan supply sudah dapat dipenuhi, belum tentu kondisi ini dapat selesai.
"Tidak akan turun harganya. Pengusaha harus terima keadaan ini karena tidak akan kembali ke harga lama," katanya.
"Ini ranah B2B (business to business), Amerika bawa persoalan ini ke administrator maritime tapi tidak selesai. Kartelisasi ini terjadi antara perusahaan pengapalan atau main line operator. Kartel ini diadukan kemana, dibawa ke WTO negara harus memulai, negara kita mau nggak bawa ini ke arbitrase," lanjutnya.
Menurut pengamat industri maritim ini, ketergantungan Indonesia dengan MLO asing juga sangat besar. Sebagian besar kontainer yang ada di pelabuhan dimiliki oleh perusahaan perkapalan asing, sehingga mereka bisa menarik peti kemas itu dari Indonesia. Yang membuat pengusaha dalam negeri sulit mendapat ruang.
Selain itu untuk daya tawar Indonesia juga semakin kecil yang berpotensi pembatalan rute pengiriman, karena nilai ekspor yang menggunakan kontainer masih terlalu kecil, ketimbang ekspor bahan mentah yang tak perlu pakai kontainer.
"Kalo ekspor bahan mentah itu nggak pakai kontainer. yang pakai kontainer itu paling seperti mebel, pakaian, makanan minuman. Output-nya sedikit, makanya kita harus mampu meng-kontainerisasi produk kita," katanya.
"Kalau sudah banyak dan punya peti kemas banyak bisa bikin rute baru, tapi kalo cuma mampu mengirim 1 kali kapal masuk Cuma 2.000 kontainer itu berat banget," katanya.
(hoi/hoi)